Jumat, 23 Mei 2008

Polisi Tidur

(Refleksi membangun budaya & perilaku kerja)

E. Hindro Cahyono


Sebagai warga negara, saya merindukan infrastuktur jalan di negeri ini cukup lebar dan halus agar setiap perjalanan yang saya lakukan bukan hanya cepat tetapi juga nyaman. Namun apa mau dikata, kondisi jalan raya khususnya di Semarang ini ternyata banyak yang rusak berlobang sehingga membuat tidak nyaman dalam perjalanan. Bukan maksud hati mengkritik pemerintah tetapi hanya sekedar “ngudo roso” dan mengungkapkan harapan saja, wong mungkin kalau saya menjadi pejabat pemerintah kemungkinan juga tidak ada bedanya bahkan barangkali kinerja saya malah lebih buruk.

Kondisi jalan yang tidak nyaman ternyata bukan hanya di beberapa ruas jalan raya tetapi juga di beberapa ruas jalan di lingkungan perumahan, hanya masalahnya berbeda. Kalo jalan raya, kebanyakan jalannya rusak berlobang tetapi kalau di lingkungan perumahan kondisi jalannya sebenarnya sudah halus, banyak yang sudah berpaving hanya saja sayang jalan yang sudah halus tersebut ternyata banyak yang sengaja dibuat “benjolan” atau biasa disebut “polisi tidur” (maaf ya pak polisi, saya hanya pinjam istilah umum saja). Keadaan ini melengkapi ketidaknyamanan kita dalam berkendara.

Hari minggu terakhir bulan Maret kemarin, saya mendapat undangan dari pengurus RT untuk kerjabakti. Saya agak kaget ternyata kerjabakti yang dilakukan adalah membuat polisi tidur. Saya sebenarnya kesal karena jalan yang sudah berpaving rata harus dibuat benjolan. Jalan yang hanya berjarak kurang dari 75 meter harus bibuat 3 polisi tidur. Ketika saya ngobrol dengan beberapa bapak-bapak ternyata ada yang pro dan kontra. Ada yang setuju dibuat polisi tidur karena dengan cara itu akan membuat setiap pengendara kendaraan berjalan pelan-pelan dan hati-hati. Ada juga yang kontra karena yang suka ngebut hanya 1-2 orang saja, akan lebih baik jika orang tersebut diberi pengertian agar pelan-pelan sehingga jalan tetap nyaman dan kita tidak perlu repot-repot kerjabakti. Tetapi keputusan membuat polisi tidur sudah diputus di rapat RT yang kebetulan saya tidak datang. Ya akhirnya kami rame-rame membuat ”polisi tidur”.

****
Dari cerita saya di atas kita dapat belajar, ternyata untuk mengarahkan perilaku/kebiasaan/budaya seseorang dapat dilakukan dengan beberapa cara atau pendekatan. Cara yang pertama yang bisa dilakukan adalah dengan cara membuat sistem yang memaksa orang untuk berperilaku seperti yang diharapkan. Misalnya seperti apa yang saya alami di RT saya. Agar setiap pengendara kendaraan yang lewat berjalan pelan dan hati-hati maka dibuatlah ”polisi tidur” yang memaksa setiap orang berperilaku dalam berkendara dengan pelan-pelan dan hati-hati sebab kalau tidak, dia akan terjatuh. Contoh yang kadang diterapkan dalam perusahaan misalnya : untuk membuat karyawan disiplin waktu kerjanya maka pintu gerbang perusahaan jam 7 pagi sudah ditutup sehingga setiap orang yang terlambat datang tidak bisa masuk. Sistem ini ”memaksa” setiap karyawan lebih awal atau tepat waktu datang ke perusahaan.

Cara yang kedua adalah dengan membuat aturan yang disertai hadiah dan hukuman. Bagi yang melanggar akan mendapatkan sangsi hukumam (punisment) dan yang taat akan mendapat hadiah (reward). Misalnya untuk membudayakan sikap jujur maka dibuat aturan : ”setiap karyawan tidak boleh melakukan praktek menyalahgunakan wewenang untuk keuntungan pribadi (korupsi, menerima komisi, kolusi dll). Bagi karyawan yang melanggar aturan ini maka akan mendapatkan sangsi dinas penurunan jabatan, skorsing atau diberhentikan”. Contoh lain misalnya, untuk membudayakan sikap ramah dan senyum maka jika konsumen merasa puas pelayanan di ruang pelayanan dengan indeks kepuasan mencapai 90 % berturut-turut selama 3 bulan, maka karyawan ruang pelayanan tersebut akan mendapatkan reward/hadiah berupa wisata bersama. Aturan yang disertai hadiah dan hukuman seperti itu dapat mengarahkan perilaku seseorang. Namun berperilaku tersebut karena adanya faktor external diluar dirinya baik dalam bentuk takut dihukum atau karena mengharapkan hadiah.

Cara ketiga yang dapat digunakan adalah dengan cara memberikan pengertian dan menanamkan nilai-nilai kedalam diri seseorang. Dengan pengertian dan nilai-nilai ini akan mempengaruhi sikap dan perilakunya sehingga seseorang akan memiliki kebiasaan atau budaya perilaku seperti yang diharapkan. Misalnya : Untuk membudayakan perilaku ramah kepada konsumen, maka karyawan diberi pengertian bahwa konsumen adalah raja. Kenapa konsumen adalah raja ? Karena dari konsumenlah perusahaan bisa hidup menghasilkan uang dan bisa mempekerjakan karyawan. Tanpa konsumen perusahaan tidak bisa hidup menggaji para karyawannya. Cara seperti ini membutuhkan waktu yang relatif lama, tetapi akan membentuk manusia yang memiliki kepribadian yang perilakunya dikendalikan oleh nilai-nilai yang ada didalam dirinya bukan oleh faktor-faktor eksternal diluar dirinya seperti karena ada paksaan, aturan atau takut hukuman.

Banyak perusahaan telah membuktikan bahwa kebiasaan/perilaku para karyawan dalam bekerja atau biasa disebut budaya kerja merupakan salah satu faktor penentu maju mundurnya suatu organisasi. Banyak perusahaan besar yang telah merumuskan nilai-nilai budaya kerja, baik dalam bentuk motto, slogan atau bentuk lainnya. Mereka meyakini bahwa nilai-nilai itu penting bagi kemajuan perusahaan. Mereka juga menempuh banyak cara untuk internalisasi nilai budaya kerja agar nilai-nilai tersebut nampak dalam perilaku kerja para karyawan secara konkrit.

Bagaimana dengan budaya perusahaan tempat kita bekerja ? Jika budaya perusahaan kita buruk, berubahlah mulai sekarang, jangan menunggu sampai perusahaan sekarat karena bisa terlambat. Ingat budaya kerja yang baik akan menentukan maju mundurnya perusahaan

*****

Tidak ada komentar: