Minggu, 09 November 2008

Inspirasi Dari Pasar Senggol


Tanggal 22-24 Juli 2008, saya mengikuti seminar di Jakarta. Kebetulan saya menginap di Hotel Ciputra Jakarta Barat. Sebagai ”anak singkong” lidah saya seringkali tidak cocok dengan masakan hotel berbintang. Oleh karena itu setiap makan malam biasanya saya selalu mencari makanan tradisional, entah nasi uduk, ayam goreng, sate, atau lainnya. Bagi saya makan di warung tenda lebih enak dari pada di hotel. Rasanya lebih cocok dengan lidah saya, selain harganya juga lebih pas dengan isi dompet saya (alasan lidah dan alasan ekonomis).

Malam itu saya mencoba jalan-jalan mencari makan. Di beberapa warung makan pingir jalan nampaknya tidak ada satupun yang cocok. Kebetulan hotel Ciputra satu lokasi dengan Mall Ciputra. Saya teringat biasanya di mall ada food court atau pujasera. Saya mencoba menaiki lantai mall sampai di lantai paling atas. Saya melihat di lantai paling atas, ada tulisan Pasar Senggol dengan bentuk tulisan yang memancing saya untuk melihat kedalamnya. Ah pucuk dicinta ulam tiba. Ternyata di Pasar Senggol ini, adalah food court yang isinya makanan tradisional, ada sate kambing, soto betawi, soto ambengan, nasi timbel dll. Wah rasanya seneng karena banyak pilihan makanan yang sesuai dengan lidah saya.

Setelah pesan makanan, saya mencoba melihat-lihat diseluruh ruangan. Ada solo organ, ada banyak wanita yang merokok, dan pada umumnya orang datang berkelompok minimal berdua. Wah.. saya jadi seperti orang aneh karena sendirian. Yang lain pada ngobrol tetapi saya sendirian tak ada teman. Akhirnya saya teringat dengan beberapa teman lama yang tinggal di jakarta dan saya mencoba telpon mereka.

Yang pertama saya telpon pada teman yang keturunan manado. Teman saya ini sejak awal memang tidak pernah berniat jadi karyawan. Dia memang tipe wirausaha. Sudah beberapa tahun dia membuat usaha sendiri, dan nampaknya sampai sekarang masih eksis. Duh saya ikut senang, bangga dan pengin jadi pengusaha sendiri seperti dia.

Yang kedua, saya telpon teman yang bekerja di Garuda. Dia selama ini selain bekerja di Garuda juga nyambi berbagai usaha lain. Pernah sebagai agen MLM Tiansi. Terakhir dia juga nyambi sebagai agen asuransi. Dia nawari saya sebagai agen asuransi juga untuk nambah-nambah penghasilan. Teman saya ini niatnya menjadi pengusaha juga sangat kuat. Dia rela capai habis kerja harus keliling lagi cari klien asuransi. Dia kadang telpon ke HP saya berlama-lama memotivasi saya agar tidak puas jadi karyawan. Dia mengatakan jabatan setinggi apapun kalau statusnya karyawan hidupnya tetap diatur oleh orang lain karena kita hidup dari gaji yang diberikan orang lain. Dia selalu memotivasi saya agar belajar berbinis dan suatu saat harus bisa hidup dari usaha atau bisnis kita sendiri. Ya suatu saat kita harus jadi owner atau pemilik perusahaan sendiri dan itu harus dimulai dari usaha apa saja, kecil juga gak apa-apa. Dalam percakapan saya dengan teman saya ini, saya benar-benar kaget karena dia mengatakan : ”saya sudah resain dari Garuda”. Astaga... ”Kamu serius ?” tanya saya. Dia mengatakan ”Iya.. sekarang aku nekuni bisnis asuransi”. Sebuah keputusan ”gila”. Menurut saya ini keputusan yang gila. Bagaimana tidak, dia yang sudah mencapai posisi manajer di Garuda, sebuah perusahaan penerbangan terbesar di Indonesia, dia tinggalkan dan beralih ke bisnis asuransi. Di perusahaan asuransi, posisinya memang lebih otonom dia bisa rekrut tenaga marketing dan besarnya penghasilan tergantung pada usaha yang dia kerjakan. Beda dengan karyawan, kerja keras atau tidak, tidak begitu ngefek pada penghasilan. Ya itulah fakta. Suatu keputusan yang sarat dengan resiko baik jangka pendek maupun panjang. Tetapi dia telah ambil keputusan itu dan saya yakin dia sudah perhitungkan resikonya. Dan itulah tipe seorang wira usaha : BERANI AMBIL RESIKO.

Kembali ke hotel saya merenung, percakapan saya dengan 2 teman tadi bukanlah sebuah kebetulan tetapi Tuhan memberikan inspirasi kepada saya. Saya harus belajar menjadi seorang wira usaha. Jangan hanya jadi karyawan yang puas dengan upah atau gaji. Dengan jadi wira usaha, bukan hanya bisa mengatur diri sendiri tetapi kita bisa mengembangkan diri sesuai idealisme dan yang tidak kalah pentingnya bisa membuka lowongan kerja bagi orang lain. Saya teringat cita-cita saya waktu kuliah dulu : pengin punya bisnis sendiri tidak terlalu besar tetapi solid dan jadi contoh dalam banyak hal bagi perusahaan lain. Cita-cita ini nampaknya sudah saya lupakan karena sudah merasa nyaman jadi karyawan. Tuhan seolah-oleh mengingatkan cita-cita lama saya yang sudah terkubur dalam-dalam. Sebelum usia bertambah tua Tuhan mengingatkan karena semakin tua makin tidak berani mengambil resiko. Saya teringat, kedua teman saya selalu ”mengejek”, jabatan setinggi apapun kalau hanya sebagai karyawan itu bukan apa-apa. Kalau sudah menjadi wira usaha barulah kita berprestasi dan bisa berbangga. Saya rasa kata-kata teman saya ini ada benarnya.

Saya teringat, beberapa bulan yang lalu saya diminta memberikan ceramah dalam pertemuan perusahaan teman saya yang lain di Jogjakarta. Teman saya ini memiliki usaha dengan jumlah karyawan yang relatif banyak dan wilayah pemasaran dibeberapa kota di Indonesia bahkan dibeberapa kota, market share penjualan produknya yang terbesar. Awalnya saya senang bisa memberikan ceramah ditengah-tengah meeting perusahaan. Tetapi ketika memulai sesi ceramah, saya merasa tidak ada apa-apanya dengan teman saya ini. Saya jujur mengatakan kepada audiens :”saya ini bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa, yang hebat adalah Bos anda. Sejak dulu saya ingin menjadi pengusaha tetapi belum bisa karena tidak berani mengambil resiko. Tetapi bos anda ini lebih muda dari saya tetapi sudah punya perusahaan yang cukup bisa dibanggakan. Oleh karena itu saya hanya akan bicara tentang konsep yang saya tahu bukan pengalaman bisnis saya.” Ya saya malu. Seringkali saya dipanggil memberikan ceramah atau konsultasi manajemen atau bisnis tetapi kok saya hanya jadi karyawan terus. Saya merenung apa yang salah ? Kesalahan pertama, saya merasa sudah nyaman jadi karyawan. Kesalahan kedua, saya tidak pernah berani mengambil resiko untuk berbisnis.

Beberapa teman dekat saya juga sering memotivasi saya agar mulai berbisnis sendiri. Mereka mengatakan, skill dan pengetahuan kan sudah lumayan, kenapa tidak mulai membangun bisnis sendiri ? Ya.. ini memang patut bahkan sangat layak untuk dipertimbangkan.

Terima kasih Tuhan, terima kasih teman-teman dan terima kasih pasar senggol...

Rabu, 10 September 2008

NENEKKU : Pembelajaran diferensiasi dan Cara Pikir Positif


Hidup didesa rasanya memang lebih tenang dan damai. Meskipun demikian bukan berarti sepanjang perjalanan hidup orang desa selalu tenang dan damai. Saya dilahirkan dan dibesarkan di Ture suatu dusun terpencil di Wonogiri. Salah satu yang lumrah di desa saya adalah banyak anak-anak bahkan orang tua yang sering diberi nama panggilan (nama paraban atau alias). Nama alias ini seringkali lebih dikenal daripada nama aslinya. Misalnya saja, adik saya dipanggil bendol karena kepalanya besar, teman saya namanya agus biasa dipanggil bagong. Nama Triyono biasa dipanggil bodong, nama sutino dipanggil pendek, nama Untung dipanggil kenthus. Dan banyak lagi nama alias seperti pesek, bedun, blondor, senthun, jolodong dan sebagainya. Nama-nama alias atau paraban atau nama panggilan tersebut biasanya dikaitkan dengan kekurangan/kelemahan seseorang sehingga berkesan negatif. Dari pengalaman seperti itulah maka saya memiliki kesan bahwa nama paraban atau alias memiliki makna negatif.

Nama alias tersebut dalam banyak kasus diberikan oleh orang tua atau keluarga sendiri. Nampaknya nama paraban atau alias itu juga menimpa diri saya. Nenek, yang sangat mengasihi saya, memberi nama panggilan saya “pekik”. Karena nenek saya memanggil pekik maka kakak adik saya juga ikut-ikutan memanggil saya pekik. Tidak ketinggalan sebagian dari teman-teman saya juga ikut-ikutan memanggil saya pekik. Apa sikap saya terhadap panggilan itu ? Saya benar-benar benci dan tidak suka bahkan muak dengan nama panggilan itu. Saudara dan teman-teman saya kalau mau membuat jengkel atau menggoda saya mereka menyebut saya dengan panggilan pekik. Mereka tahu dengan memanggil saya pekik pasti saya akan marah atau jengkel. Saya jengkel dan marah dengan panggilan pekik itu tetapi saya sesungguhnya tidak tahu persis apa makna yang terkandung dalam kata pekik itu. Setahu saya nama panggilan yang tidak sama atau mirip dengan nama asli adalah nama-nama yang maknanya negatif.

Lama kelamaan saya nggak betah juga dengan nama panggilan itu. Suatu saat saya protes tidak kepada nenek tetapi kepada ibu saya. Intinya saya menolak dan tidak suka dipanggil dengan sebutan pekik. Apa tanggapan ibu ? Beliau sama sekali tidak menunjukkan rasa kaget atau menyesal karena saya diberi sebutan pekik. Beliau hanya mengatakan dalam bahasa jawa :”lho diundang pekik kok ora gelem. Pekik iku artine bagus” (Lho dipangggil pekik kok nggak mau. Pekik itu artinya ganteng atau cakep). Saya agak kaget dengan jawaban ibu. Apa iya sih ? Kemudian ibu saya mengatakan bahwa dari sekian banyak cucu nenek ada 3 orang cucu lelaki yang dipanggil pekik dan salah satunya adalah saya. Kejengkelan saya waktu itu berubah menjadi rasa kaget, tidak percaya dan bangga. Bagaimana tidak bangga sebagai anak kecil diberi panggilan yang artinya ganteng/cakep ? Ya bangga, meskipun pada perkembangannya saya merasa tidak layak dengan nama panggilan itu karena nama panggilan itu jauh dari kenyataan yang sesungguhnya.

Apa yang ingin saya katakan dari cerita hidup saya tadi ? Saya bangga memiliki nenek, orang desa, sederhana dan tidak punya pendidikan tetapi dia memiliki deferentiation(sesuatu yang berbeda) dari orang lain yaitu cara berpikirnya yang positif. Semua orang memberikan nama alias berasal dari kekurangan/kelemahan (si pendek, si kenthus, si bagong, si bodong dll) tetapi nenek saya memberikan nama alias dari kelebihan/sesuatu yang positif meskipun kelebihan/nilai positif itu hanya kecil saja.
Ada 2 (dua) hal yang dapat kita jadikan bahan pembelajaran dari pengalaman hidup saya ini yang bisa kita pakai dalam kehidupan organisasi. Yang pertama adalah deferentiotion. Saat ini banyak perusahaan dan organisasi ingin hidup dan bisa berkembang tetapi kenyataannya sulit. Kenapa ? Karena tidak memiliki deferentiation , tidak memiliki sesuatu yang berbeda dari perusahaan atau organisasi yang lain. Seseorang mau membuka usaha nasi soto sulit untuk berkembang kalau tidak memiliki sesuatu yang berbeda dari warung soto lain yang sudah ada saat ini. Konsumen sulit pindah ke warung soto yang baru kalo tidak ada yang berbeda dari warung soto langganannya saat ini. Deferentiation ini bisa dalam bentuk harga, kualitas, kemasan, service atau keunikan yang lain. Deferentiation ini idealnya diambil dari kekuatan atau kelebihan yang ada dalam diri atau organisasi kita.
Hal yang kedua ada cara berfikirnya yang positif.. Semua orang boleh berpikir negatif tetapi beliau mengajarkan kepada saya berpikiran positif. Berpikir positif dengan melihat kekuatan/kelebihan orang lain agar mereka bisa berkembang. Secara jujur saya mengatakan, jika ada orang yang mengungkapkan sesuatu yang positif atau kelebihan dalam diri saya, bukan hanya membuat saya bangga tetapi juga menambah rasa percaya diri untuk melangkah dan menatap masa depan. Untuk itu mari kita bantu teman-teman sekerja kita, anak-anak, cucu, saudara, istri, suami, teman bahkan orang lain untuk menemukan sesuatu yang positif agar mereka memiliki rasa percaya diri yang memadai dan bisa mengembangkan dirinya dengan lebih baik.

Meskipun demikian ada kelemahan yang dilakukan oleh nenek saya. Beliau memberikan sesuatu yang positif, yang bisa menimbulkan rasa bangga dan rasa percaya diri tetapi tidak pernah menjelaskannya maknanya kepada saya. Akibatnya apa ? Saya justru menanggapinya dengan negatif, jengkel bahkan marah. Jadi beginilah hidup, memberikan atau melakukan sesuatu yang positif kepada seseorang bisa dipahami secara negatif jika tidak dikomunikasikan dan dijelaskan dengan baik. Prinsip ini juga bisa diterapkan dalam mengelola sebuah organisasi. Tidak semua maksud baik bisa berdampak positif memacu motivasi tetapi sebaliknya bisa menjadi kontra produktif jika tidak dikomunikasikan dengan baik.

Mohon maaf nenek aku telah salah sangka. Dan terima kasih atas pembelajaran yang sudah diberikan. Engkau sudah tidak ada di dunia ini tetapi semangat dan keteladananmu tetap hidup sampai sekarang. Aku yang mengasihi nenek.

Pelajaran Hidup dari BAPAK & IBUKU



Perjalanan hidup setiap seorang itu berbeda-beda. Ada orang yang sakit-sakitan tetapi bertahan hidup sampai tua, tetapi ada yang kelihatan sehat tiba-tiba sakit dan dipanggil Tuhan. Ya.. manusia hanyalah titah Yang Maha Kuasa, kalau sewaktu-waktu dipanggil tidak ada yang bisa ”semoyo” minta penundaan waktu.

Bapak dan Ibuku saat ini sudah berusia lebih dari 70 tahun. Dalam usianya yang semakin menua, wajar kalau beliau berdua mengalami gangguan penyakit degeneratif karena mulai menurunnya fungsi organ-organ tubuh. Meski ada gangguan kesehatan tetapi beliau masih sehat bisa beraktivitas di rumah, gereja bahkan di tengah masyarakat.

Di usianya yang makin tua, saya sebagai anak makin hari makin bisa memahami prinsip hidupnya yang mulia, yang tidak tergoyahkan oleh nilai-nilai hidup manusia jaman kini yang diwarnai individualisme dan materialisme.

Beberapa bulan yang lalu saudara saya (anak dari sepupu ibu saya) yang bekerja di jakarta menderita sakit, dia terjatuh dan patah tulang. Menurut diagnosa terakhir dokter, dia mengalami stroke dan kanker tulang. Kabar terakhir yang saya dengar tulang kakinya sudah keropos 5 cm sehingga tulangnya patah. Rumah sakit sudah angkat tangan, sehingga Saudara saya ini hanya dirawat dirumah sambil ”mbudidaya” dengan pengobatan tradisional. Saudara saya ini, sebenarnya sudah berkerluarga tetapi suaminya pergi entah kemana. Anaknya yang sudah dewasa sudah diangkat bapak ibuku menjadi anak sejak kecil (menjadi adik angkat saya). Di desaku dia masih mempunyai beberapa Saudara yang sudah berkeluarga. Namun saya tidak tahu persis bagaimana ceritanya, saudara saya yang sakit ini dibawa pulang ke desa dan tinggal bahkan dirawat oleh bapak dan ibuku.

Suatu saat, salah seorang kakak saya telpon, dia menyatakan keberatannya jika Bapak dan Ibu harus merawat saudara saya yang sedang sakit tersebut. Kakak saya merasa tidak tega melihat bapak apalagi ibu harus direpotkan untuk merawat saudara yang sakit, yang sama sekali sudah tidak bisa bangun dan berjalan. Kakak saya tidak tega dan tidak bisa menerima karena ibu kadang harus membantu buang air besar maupun kecil dan membuangnya ke WC. Pertimbangan lain kakak saya adalah saudara saya tersebut bisa dirawat oleh adik-adiknya atau anaknya (adik angkat saya) yang saat ini sudah dewasa dan sudah bekerja. Kakak saya meminta tolong saya untuk bicara sama ibu, agar saudara saya tersebut dirawat saja oleh saudaranya atau anaknya.

Beberapa hari kemudian saya, telpon kepada ibu saya di desa. Sebelum saya bertanya kepada ibu tentang masalah saudara saya ini ternyata ibu bercerita lebih dulu tentang sikap dan keputusannya untuk merawat saudara saya tersebut. Inti ceritanya adalah bapak dan ibu sudah berketetapan setulus hati untuk merawat saudara saya tersebut karena kondisi adik-adiknya tidak memungkinkan untuk merawat dengan baik karena sibuk bekerja dan tidak memungkinkan menggaji pembantu yang bisa merawat secara khusus. Ibu saya juga mengatakan jika saudara saya itu dirawat oleh orang lain, hati dan pikiran beliau akan terganggu/terbebani (jawa : dadi pikiran) karena ada rasa kawatir perawatannya tidak optimal karena sering ditinggal bekerja. Satu hal yang sangat membuat saya bangga adalah perkataan beliau yang mengungkapkan bahwa meskipun kondisi ibu yang secara fisik menurun dan lemah tetapi dengan berbuat baik mencurahkan perhatian kepada Saudara saya yang sedang sakit tersebut beliau yakin bahwa Tuhan akan memberikan kekuatan dan kesehatan. Dan hal itu terbukti beliau bertambah repot tetapi penyakit diabetes maupun darah tingginya tetap terkendali. Ini adalah prinsip hidup bapak dan ibu saya yang sangat saya kagumi. Bagi beliau berdua menolong orang yang sedang sakit atau susah atau menderita adalah lebih utama daripada memperhatikan diri sendiri. Beliau rela berkorban, repot, cape dan lain-lainnya demi kebaikan orang lain. Beliau berprinsip meski mengalami kelemahan fisik dan keterbatasan sumberdaya tapi selama masih mampu berbuat baik, beliau akan berbuat baik. Bagi beliau berbuat baik bagi orang lain akan membuat hidup ini lebih berarti dan akan mendatangkan berkat.

Saya benar-benar bangga punya ayah dan ibu yang memiliki prinsip hidup yang dikuasai oleh hati nurani yang tulus, hati yang dikuasai oleh roh. Prinsip hidup ini dimata beberapa orang saudara dan tetangga saya justru dianggap aneh. Kok mau-maunya sudah tua masih mau repot ngurusin orang sakit. Bagi kebanyakan orang, usia tua adalah saatnya memperhatikan diri sendiri, santai dan kalau perlu selalu dilayani bukan malah direpotkan. Sebagian saudara saya juga berpikir begitu. Bapak dan ibu sudah tua jadi jangan ngrepotin beliau dan tidak rela jika beliau direpotin orang lain. Ini sebenarnya juga sikap yang baik dari saudara saya karena sebagai anak ingin menyenangkan orang tuanya. Tetapi sikap ini dilandasi pada sikap yang individualistik. Berbeda dengan bapak dan ibu, sikap individualistik justru tidak tepat. Apapun kondisi beliau, selama masih mampu berbuat baik, akan selalu berbuat baik karena hidup akan menjadi lebih berarti dan mendatangkan berkat.

Prinsip hidup ini menurut saya sangat tinggi tingkatannya. Prinsip hidup jaman ini yang diwarnai individualisme sebenarnya prinsip hidup yang amat rendah karena hanya berorientasi pada diri sendiri tidak membawa arti bagi orang lain. Prinsip hidup yang paling tinggi menurut saya adalah jika kita rela berkorban demi kebaikan orang lain. Itulah yang diajarkan Tuhan, dan itulah yang diteladani ayah dan ibuku. Aku kagum, aku ingin mencontoh meski aku sadar saat ini masih jauh dari tingkatan hidup yang seperti itu. Aku harus terus belajar dan harus bisa. Bukankah aku sudah punya contoh yang konkrit dari orang tuaku... Terima kasih bapak dan ibu. Aku kagum dan bangga kepadamu.

Lagu yang menjadi favorit anak saya ini sering sekali saya, istri dan anak-anak nyanyikan :

Sentuh Hatiku

Betapa kumencitai, segala yang tlah terjadi
Tak pernah sendiri, jalani hidup ini selalu menyertai,
Betapa kumenyadari, di dalam hidupku ini
Kau slalu memberi, rancangan terbaik oleh karena kasih
Reff :
Bapa sentuh hatiku, ubah hidupku menjadi yang baharu,
Bagai emas yang murni, Kau membentuk bejana hatiku.
Bapa ajarku mengerti sebuah kasih yang selalu memberi
Bagai air mengalir yang tiada pernah berhenti..

Sebuah lagu yang amat indah dan dalam maknanya. Suatu kesadaran bahwa kita tidak pernah sendiri karena Tuhan selalu menyertai, memberi bahkan memiliki rancangan terbaik dalam hidup kita. Oleh karena itu dalam lagu tersebut ada doa yang meminta Tuhan menyentuh hati kita dan mengubah hidup kita menjadi baru, dan meminta Tuhan mengajar kita agar bisa mengerti kasih yang selalu memberi seperti air yang selalu mengalir dan tidak pernah berhenti.

Bagi saya itu baru sebatas lagu, tapi bapak dan ibuku sudah mempraktekannya dalam hidup meskipun beliau berdua tidak pernah mengenal lagu ini... Terima kasih bapak dan ibu. Doa kami Tuhan akan selalu memberikan umur yang panjang, selalu sehat dan banyak berkat bisa membimbing para putra dan cucu bahkan cicit-cicitnya nanti.

(Tulisan ini saya persembahkan kepada bapak dan ibu yang di bulan Oktober 2008 akan memasuki pernikahan emas.)

Selasa, 27 Mei 2008

Belajar dari Penjual Wedang Jahe



Saya bersyukur karena, di tengah perkerjaan saya sebagai orang upahan atau karyawan, kadang-kadang saya dipanggil dan dipercaya orang atau rumah sakit atau perusahaan untuk menjadi narasumber dalam workshop, seminar atau memberikan konsultasi. Meskipun saya sering merasa tidak layak karena minimnya wawasan dan kompetensi yang saya miliki, namun saya seringkali nekad. Asal ada orang yang manggil dan waktunya cocok, saya oke-oke saja. Nampaknya saya bisa menikmati profesi sampingan sebagai “pria panggilan” ini, meskipun resikonya harus stress karena harus menyiapkan segala sesuatunya. Dari banyak pengalaman yang saya lalui, seringkali saya memiliki banyak kesan bukan karena ketemu cewek cantik atau ketemu bos-bos besar tetapi justru banyak pengalaman kecil dan sederhana diluar acara pokok. Waktu ketemu sopir taxi, petugas hotel, ketemu penjual di pinggir jalan, makan makanan yang sederhana atau ketemu peristiwa-peristiwa yang simple tetapi mempunyai makna yang besar.

Suatu saat saya diminta membantu satu rumah sakit di jawa timur sebagai fasilitator workshop. Seperti biasa, pada malam harinya, panitia mengajak saya dan teman-teman makan malam diluar dan jalan-jalan keliling kota. Mendengar cerita dari panitia, saya dan teman-teman tertarik ingin merasakan jajanan khas dengan cara nongkrong dipinggir jalan sambil minum wedang jahe dan makan gorengan. Jajanan ini ada diatas trotoar dipinggir jalan raya. Penjual hanya membuka dagangannya pada malam hari, sehingga tidak terlihat kalo sebenanya banyak debu. Tapi apa yang menarik, harganya murah dan pembelinya banyak, bahkan menurut informasi tempat ini sering digunakan tokoh-tokoh politik di kota itu untuk negosiasi hal-hal penting di kota itu secara informal.

Ada pengalaman menarik yang kami alami. Jahe yang digunakan untuk wedang jahe bukan berasal dari serbuk tetapi jahe utuh yang “digepuk” dan dimasukkan kedalam gelas dengan air panas ditambah gula. Ketika salah seorang teman saya mengambil gelas dan mencicipi... tiba-tiba dia mengerutkan wajahnya karena pahit atau kurang manis... Eh apa yang terjadi ? Sebelum teman saya berkomentar, si penjual yang melihat teman saya minum tadi langsung bicara “.. pripun mbak, kurang manis nggih ? kulo tambahi gendis nggih ?” Wah... luar biasa.. seorang penjual yang sangat tradisional tetapi dia begitu perhatian (care) pada customer. Dia fokus pada pelanggan dan berusaha memberikan yang terbaik agar konsumennya puas.

Dalam perjalanan pulang, saya bercakap-cakap dengan teman-teman. Selama ini banyak rumah sakit dan perusahaan ingin meningkatkan mutu layanannya dengan belajar banyak ke rumah sakit atau perusahaan lain yang lebih maju bahkan belajar ke hotel bintang lima. Kenapa harus mahal-mahal ? Ternyata banyak sekali di sekitar kita yang dapat kita jadikan tempat belajar untuk kemajuan pelayanan rumah sakit atau perusahaan. Tidak salah kita belajar pada hotel atau rumah sakit yang lebih besar, tetapi ada baiknya juga kita belajar pada lingkungan disekitar kita. Tidak jelek kita belajar kepada orang atau usaha lain yang kita anggap kecil. Kadang ada mutiara berharga di tempat-tempat yang kita anggap remeh.

Mungkin kita berargumentasi :”Nggak bisa disamakan dong, konsumen mereka kan hanya 5-10 orang, sedangkan rumah sakit pasiennya banyak. Jadi gak bisa disamakan dengan penjual wedang jahe.” Memang pasien rumah sakit lebih banyak tetapi jumlah yang melayani juga banyak. Yang harus diakukan adalah bagaimana kita mengorganisir karyawan yang jumlahnya banyak itu sedemikan sehingga setiap pasien dapat mendapatkan pelayanan dan perhatian sebagaimana mestinya.

Semoga memberikan inspirasi dan kepada Bapak Penjual Wedang Jahe, terima kasih atas pembelajaran yang sangat berharga namun murah biayanya.

Minggu, 25 Mei 2008

Membangun Keunggulan Perusahaan di Tengah Lingkungan yang Kompetitif



a. Pengertian Bisnis
Menurut Mulyadi (1995) : “Bisnis merupakan usaha penyediaan produk dan jasa berkualitas bagi pemuasan kebutuhan customers untuk memperoleh return jangka panjang memadai bagi kemampuan bertahan dan berkembang bisnis tersebut”

b. Untuk apa Perusahaan didirikan ?

  1. Sebagai suatu organisasi, perusahaan adalah kumpulan orang yang memiliki kompetensi berbeda-beda, yang saling tergantung satu dengan lainnya, yang berusaha untuk mewujudkan kepentingan bersama mereka dengan memanfaatkan berbagai sumber daya.
  2. Tujuan organisasi adalah penciptaan kekayaan. Dengan kekayaan yang berhasil diciptakan perusahaan akan mampu memberikan kesejahteraan bagi semua stakeholders (Mulyadi & Johny Setyawan)

c. Mengapa harus menjadi perusahaan yang unggul ?

  1. Hanya perusahaan2 yang memiliki keunggulan pada tingkat dunialah yang mampu bertahan dan berkembang, yaitu perusahaan2 yang flexible memenuhi kebutuhan konsumen, mampu menghasilkan produk yang bermutu dan cost efective (Mulyadi, 1997).
  2. Persaingan dapat dipandang sebagai pengelolaan sumberdaya sedemikian rupa sehingga melampaui kinerja kompetitor. Untuk melaksanakannya, perusahaan perlu memiliki keunggulan kompetitif yang merupakan jantung kinerja perusahaan dalam sebuah pasar yang kompetitif (Porter, 1980)

d. Kegiatan utama yang harus dilakukan perusahaan:

  1. Membuat & mendesain barang/jasa yang pas dengan kebutuhan konsumen
  2. Memproduksi barang/jasa secara cost effective
  3. Memasarkan produk/jasa secara efektif kepada konsumen.

e. Karakteristik Lingkungan Bisnis saat ini :

  1. Konsumen memegang kendali Bisnis
    Perusahaan yang tidak bisa memenuhi kebutuhan & keinginan konsumen akan ditinggalkan oleh konsumen.
  2. Persaingan menjadi tajam
  3. Perubahan sangat pesat, turbulen & radikal

f. Paradigma Manajemen
Perubahan di atas menunutk perubahan paradigma manajemen :

  1. Customer value strategy
    Customer value adalah selisih antara manfaat yang diperoleh konsumen dari barang/jasa yang dikonsumsinya dengan pengorbanan yang dilakukan oleh konsumen untuk memperoleh manfaat tsb.

    Siapa Konsumen kita ?
    Konsumen adalah siapa saja yang menggunakan keluaran pekerjaan kita atau bagian kita. Ada 3 macam konsumen :
    a. Internal
    b. Eksternal
    c. Supplier

    Beberapa cara yg dipakai untuk meningkatan kedekatan dengan konsumen :
    a. Pembentukan organisasi pemakai produk
    b. Tim desain produk melibatkan customer
    c. Kelompok customer untuk pemecahan masalah
    d. Survai kepuasan customer
    e. Program percontohan untuk pengujian pasar produk baru
  2. Continous Improvement
    Di lingkungan yang kompetitif, suatu perusahaan yang tidak melaksanakan improvement (peningkatan/perbaikan) akan kehilangan tempat berpijak. Kenyataannya, improvement saja tidak cukup, untuk mendapatkan tempat berpijak, perusahaan harus melaksanakan improvement dengan tingkat kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan pesaing (Greg Bounds).

Continous improvement dapat dilakukan dalam hal :

a. Pengembangan produk : desain, variasi dll

b. Proses bisnis/operasional untuk menunjang cost effecti

c. Sistem pelayanan konsumen untuk meningkatkan customer value (pelayanan lewat

internet, sms dll)

3. Organizational system (cross functional approach).

a. Fungsi-fungsi dalam perusahaan tidak boleh menjadi bagian yang terpisah tetapi satu kesatuan sistem yang utuh. Kelemahan atau kekurangan pada satu bagian akan menjadi kekurangan/kelemahan perusahaan secara keseluruhan.

b. Egoisme antar bagian/individu harus dibuang jauh menjadi team work yang solid. Fokus perhatian bukan pada masing-masing bagian yang merasa penting tetapi pada pemenuhan kebutuhan/keinginan konsumen.

c. Pertemuan/koordinasi/komunikasi lintas fungsi harus menjadi budaya yang dikembangkan untuk mengatasi masalah bersama/kemajuan bersama.

g. Beberapa kunci sukses menghadapi masa depan

  1. Jangan sekedar buat produk tetapi bangunlah merk yang kuat
    Produk adalah barang yang dihasilkan pabrik, sementara merk adalah sesuatu yang dicari pembeli. Produk amat mudah ditiru, sementara merk selalu memiliki keunikan dan nilai tambah yang sangat signifikan. Produk cepat usang, sementara merk yang sukses akan bertahan sepanjang zaman (Stephen King, CEO WPP Group London)

Pengertian Merek atau Brand

a. A name or symbol which distinguishes a product or service from its competitors (David A. Aaker)

b. The sum of all characteristics that make an unique offering (Landor Associates)

Dengan merek yang kuat, produk akan mempunyai nilai jual yang lebih baik dibandingkan produk tanpa merk (misal :orang mau membayar lebih mahal ayam goreng Suharti daripada ayam goreng lain yang tanpa merk)

Bagaimana membangun merk ?
a. Merek dibangun melalui produk. Merek yang kuat dibangun melalui kualitas produk yang baik. Semakin tinggi kualitas produk akan semakin kuat & dipercaya merek produknya.
b. Merek dibangun melalui organisasi perusahaan. Konsumen menilai sebuah merek berdasarkan kualitas oragnisasi perusahaannya. Perusahaan harus membangun reputasi melalui jaringan distribusi, komitmen pada janji/garansi, respon time penanganan keluhan dll.
c. Merek dibangun melalui Orang. Artinya nilai merek terbangun dari cerminan cara pemilik atau karyawan dalam memberikan layanan. Bagaimana karyawan menjalin relasi yang kuat dengan konsumennya (Ilustrasi : Tidak jadi transaksi karena lambat merespon).
d. Merek dibangun melalui simbol atau logo. Simbol adalah cara paling mudah bagi konsumen dalam memahami nilai dari produk atau perusahaan kita. Logo sebaiknya tidak disusun asal-asalan tetapi mencerminkan visi perusahaan.

Untuk membangun merek & reputasi perusahaan ini maka mulai berkembang apa yang disebut :
• Customer Relationship Marketing (CRM)
• Customer Loyalty Program (CLP)

2. Kompetensi SDM
Kompetensi SDM harus disesuaikan dengan tuntutan perkembangan perusahaan baik dalam hal :
a. Skill
b. Mentalitas/budaya kerja

3. Manfaatkan Teknologi
a. Teknologi produksi disesuaikan dengan kemampuan dan segmen pasar yang dilayani.
b. Teknologi informasi dimanfaatkan untuk efisiensi proses bisnis internal (termasuk laporan dari cabang) maupun pelayanan kepada konsumen.

Mengelola Konflik Organisasional Secara Konstruktif


Catatan awal
  • Konflik berasal dari bahasa latin yaitu “com” yang berarti bersama dan “fligere” yang berarti melanggar, menabrak, menemukan, membentur.
  • Konflik merupakan ekspresi “pertikaian” antara individu dengan individu lainnya, kelompok dengan kelompok lain dengan berbagai alasan. Yang dimaksud “pertikaian” adalah adalah adanya perbedaan yang diekspresikan dalam perilaku, diingat dan dialami.
  • Konflik dapat berupa perselisihan/pertentangan (disagreement), adanya ketegangan (the presence of tension) atau munculnya sikap oposisi antara 2 pihak atau lebih sampai pada tahap dimana satu pihak menganggap pihak lain sebagai penghalang dan pengganggu kebutuhan/tujuan masing-masing.

Pandangan terhadap konflik
  • Pandangan tradisional : konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk/negatif dan merusak sehingga harus dihindari. Oleh karena itu cara penanganannya cenderung diarahkan untuk meredam konflik.
  • Pandangan Relasi Manusia : menganggap konflik adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari karena merupakan konsekuensi logis dari interaksi manusia. Upaya mempertemukan perbedaan individu/kelompok dalam suatu organisasi untuk mencari kesamaan makna, tindakan, keputusan atau perilaku hampir dipastikan akan menimbulkan konflik.Persoalannya bukan bagaimana meredam konflik tetapi bagaimana menanganinya secara tepat agar tidak merusak hubungan antara pribadi dan menghambat pencapaian tujuan organisasi tetapi dapat dimanfaatkan untuk kemajuan organisasi.
  • Pandangan interaksionis : memandang konflik bukan hanya bisa berdampak positif bagi kemajuan organisasi tetapi sangat diperlukan bagi suatu organisasi yang ingin berkembang secara dinamis. Oleh karena itu dalam keadaan tertentu konflik perlu diciptakan untuk merangsang perkembangan organisasi melalui persaingan yang sehat.

Konflik dalam Organisasi
  • Suatu organisasi selalu melibatkan beberapa atau bahkan banyak individu yang selalu berinteraksi untuk mencapai tujuan. Interaksi tsb sangat berpotensi terjadinya konflik.
  • Konflik dalam organisasi bisa muncul dalam berbagai level organisasi.
  • Ada 4 macam konflik organisasional yaitu :
1. Konflik Pribadi (personal conflict)
  • Konflik yang terjadi dalam diri setiap individu yang mengalami pertentangan menyangkut keinginan, harapan dan nilai-nilai yang dianut, bingung memutuskan sesuatu, kecewa karena mendapat halangan untuk memenuhi kebutuhan, kesulitan menghadapi kelompok
2. Konflik antar pribadi (inter-personal conflict)
  • Konfik yang terjadi antara individu yang satu dengan lainnya karena latar belakang individu (usia, jenis kelamin, kebiasaan, temperamen dll).
  • Konflik antar pribadi juga terjadi karena keterbatasan sumberdaya organisasi yang harus dibagikan/digunakan oleh banyak anggota organisasi
3. Konflik antara individu dan kelompok.
  • Konflik yang terjadi antara individu dengan kelompoknya karena perbedaan cara kerja, nilai2, kebiasaan dll
4. Konflik Organisasi (organizational conflict)
  • Konflik yang terjadi antara kelompok-kelompok dalam organisasi. Anggota kelompok mengidentifikasikan dirinya denga kelompoknya dan merasa kelompok lain menghalangi pencapaian tujuan maupun harapan-harapannya.
  • Konflik ini dapat terjadi baik dalam level horizontal (antar kelompok/bagian/seksi dalam level yang sama dlm organisasi) maupun level vertikal (antara jenjang organisasi : antara level yang yang lebih rendah dan level lebih tinggi). Misalnya : antara seksi-seksi dengan Pengurusu harian, pengurus Kompa dengan MG dst

Penyebab konflik
  • Karakeristik individual :
a. Perbedaan nilai-nilai yang dianut, sikap dan kepercayaan (value,attitude, and beliefs).
b. Perbedaan persepsi
c. Perbedaan kebutuhan dan kepribadian.
  • Rintangan komunikasi.
  • Structure (struktur). Struktur organisasi dibuat sebenarnya untuk memudahkan koordinasi dan proses kontrol tetapi kadangkala justru membuat anggota organisasi hanya setia pada kelompoknya(bagian/seksinya) bukan kepada organisasi secara keseluruhan.
  • Psychological distance : anggota organisasi merasa kurang dilibatkan atau diakomodasi kepetingannya dlm organisasi.
  • Power and status : anggota organisasi merasa tidak memiliki wewenang sehingga hanya menjadi penerima keputusan pemimpin organisasi tertinggi.
  • Perbedaan tujuan.
  • Scarce Resourses : adanya keterbatasan sumberdaya yg harus dialokasikan. Perbedaan pemahaman tentang skala prioritas dapat menimbulkan konflik.
Dampak konflik
  • Konflik dpt berdampak positif (konstruktif/fungsional) maupun negatif (destruktif/disfungsional) tergantung cara penanangannya.
  • Dampak negatif konflik , misalnya : melemahnya hubungan antar pribadi, sikap marah, perasaan terluka, keterasingan. Pada tahap dini, konflik ditandai dengan sikap tidak saling percaya dan lambat laun ditunjukkan secara verbal maupun non verbal.
  • Pada level organisasi dampak negatif dapat berujud : pemborosan energi/tenaga (hilangnya konsentrasi kerja), menurunnya rasa saling pengertian terhadap kelompok lain, kurangnya kerjasama bahkan adanya sikap saling menyalahkan sehingga koordinasi menjadi makin buruk.
Dampak positif konflik
  • Menjadi peringatan dini munculnya masalah di dlm organisasi.
  • Meningkatkan semangat kerja/pelayanan.
  • Pengambilan keputusan menjadi lebih baik dan matang.
  • Menumbuhkan kreativitas (berusaha mencari pendekatan/cara baru).
  • Memperjelas pandangan masing-masing pihak.
  • Mendorong penyampaian informasi antara kelompok.
METODE PENGELOLAAN KONFLIK
  • Metode Stimulasi konflik : menciptakan konflik untuk merangsang dinamika organisasi. Caranya : memasukkan orang baru, revisi struktur organisasi, pemberian penghargaan, perlakuan yang berbeda dari kebiasaan.
  • Metode pengurangan konflik : menekan konflik melalui pendinginan suasana tetapi tidak menangani sumber konflik. Caranya : membuat tujuan yang lebih tinggi atau membuat “musuh bersama”.
  • Metode menyelesaikan konflik. Untuk menyelesaikan konflik terdapat beberapa metode yang bisa dipakai yaitu :
DOMINATING (Dominasi)
Memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan orang lainaitu :
  1. Usaha yg digunakan utk memuaskan kebutuhan sendiri
  2. Dilakukan dng cara :
  • Menggunakan wewenang yg dimilik
  • Ancaman secara fisik/ psikis
  • Manipulasi
  • Tdk memperhatikan hak-hak orang lain
Tepat digunakan bila :
  • Perlu penambilan keputusan scr cepat
  • Isu sangat penting
  • Menghadapi orang yang hanya mengambil keuntungan dari peristia tsb.

ACCOMODATING (Akomodasi)
  • Mengutamakan kepentingan orang lain dng mengorbankan kepentingan pribadi.
  • Ada dlm posisi kalah
  • Cenderung menjaga hubungan harmonis
Tepat digunakan jika :
  • Mengetahui dirinya salah
  • Untuk menunjukkan rasa tanggung jawab
  • Isunya lebih penting dari kepentingan pribadi
  • Untuk meminimalkan kekalahan yg lbh besar.

PROBLEM SOLVING/COLLABORATING/ INTEGRATING (Kolaborasi)
  • Dilakukan utk memenuhi kebutuhan kedua belah pihak.
  • Diarahkan pda pemecahan masalah
  • Kegiatan focus pada mencari solusi atas konflik yg terjadi.
  • Akan muncul win-win solution.
Tepat digunakan jika :
  • Ingin mencapai solusi yg terintegrasi dan memuaskan kedua belah pihak.
  • Meningkan komitment dengan cara pengambilan keputusan berdasarkan konsenus.
  • Ingin mengetahui dan memahami pihak lain yang mempunyai persepktif berbeda.

AVOIDING (Menghindar)
  • Menunda penyelesaian konflik atau menganggap seolah-olah tdk ada konflik.
  • Biasanya dilakukan oleh orang yg tidak siap menghadapi konfrontasi.
  • Akan menimbulkan frustasi pihak lain
Tepat digunakan bila :
  • Tidak ada kemungkinan utk memuaskan semua pihak.
  • Membutuhkan waktu utk berfikir jernih.
  • Membutuhkan waktu untuk mendapatkan informasi lbh lengkap.
  • Ada kemungkinan orang lain bisa menyelesaikan konflik dng lbh baik.

COMPROMISING (Kompromi)
  • Usaha untuk memuaskan kedua belah pihak.
  • Kedua belah pihak mengorbankan sebagian kepentingannya agar tercapai titik temu.
  • Ada kemungkinan masih menyisakan permasalahan potensial yg akan menimbukan konflik lagi
Tepat digunakan bila :
  • Ingin mencari pemecahan sementara.
  • Tujuan yg akan dicapai penting tetapi tdk menimbulkan gejolak.
  • Masih membutuhkan dukungan untuk bertindak lebih lanjut.

Sabtu, 24 Mei 2008

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Karyawan


Permasalahan dan alternatif upaya pengendalian biayanya
E. Hindro Cahyono


Dasar Hukum
a. UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 35 : “Pemberi kerja wajib memberi perlindungan kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja”

b. UU No.3/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja mengatur bahwa perusahaan wajib memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan kepada karyawan dan keluarganya. JPK adalah salah satu program Jamsostek yang membantu tenaga kerja mengatasi masalah kesehatan.

Benefit JPK :
a. Karyawan merasa dihargai baik saat produktif maupun sakit
b. Menjamin ketenangan kerja karyawan
c. Meningkatkan loyalitas
d. Meningkatkan produktivitas

Masalah dalam pengelolaan JPK :
a. Biaya kesehatan memiliki karakteristik yang unik dan sulit diprediksi kejadiannya (unpredictable) sehingga bagi perusahaan tergolong sebagai biaya dengan sifat resiko tinggi (high risk)

b. Secara umum biaya kesehatan hampir setiap tahun naik dan kenaikannya pada umumnya melebihi tingkat inflasi Ă  kenaikan beban perusahaan

Mengapa biaya kesehatan selalu naik ?
a. Pola penyakit degeneratif
b. Orientasi pada pembayaran kuratif
c. Pembayaran out of pocket secara individual
d. Service yang menentukan provider
e. Teknologi canggih
f. Perkembangan (sub) spesialisasi kedokteran
g. Tingkat inflasi

Masalah yang dihadapi perusahaan jika karyawan sakit :
a. Biaya kesehatan bertambah
b. Tingkat absensi naik (sakit flu penyebab 10-12% absensi karyawan)
c. Presenteeisme : karyawan dalam kondisi sakit fisik/mental tetapi tetap masuk kerja sehingga bekerja tidak optimal. Akibatnya : kualitas kerja turun, produk cacat, harus mengulang pekerjaan, lambat dll. Ă  Bisa lebih merugikan daripada masalah absensi karena bisa merusak reputasi perusahaan dan meningkatkan biaya bahan atau tenaga karena harus mengulang pekerjaan.


Mengendalikan biaya Kesehatan karyawan
Ada 3 pihak yang terkait dan saling berpengaruh dalam pengendalian biaya kesehatan :
a. Perusahaan sebagai pihak yang menanggung
b. Karyawan sebagai pihak yang ditanggung
c. Provider sebagai pihak yang memberikan pelayanan kesehatan.

Perbedaan kepentingan :
a. Perusahaan cenderung konservatif yaitu sedapat mungkin membatasi pengeluaran untuk pemeliharaan kesehatan.
b. Karyawan cenderung agresif, yaitu cenderung memperbesar terjadinya biaya kesehatan demi rasa aman.
c. Provider cenderung oportunis dengan memberikan ekstra layanan yang memanfaatkan ketidaktahuan karyawan terlebih jika tidak ada pengendalian yang ketat dari perusahaan.

Alternatif upaya pengendalian biaya kesehatan karyawan :
a. Membuat dan menetapkan “Limited Benefit” kebijakan tentang batasan fasilitas, nfrekuensi kunjungan, jenis terapy, obat, biaya, dan hal-hal yang ditanggung atau tidak ditanggung perusahaan
b. Menunjuk provider yang bekerjasama dengan perusahaan.
c. Menetapkan organisasi/unit pengelola JPK untuk mengendalikan pengobatan karyawan.
d. Menggunakan pola “manage care”
e. Menetapkan “cost sharing” dengan karyawan
f. Pola reimbursement hanya berlaku dalam keadaan darurat yang dilayani diluar provider yang ditunjuk.
g. Alokasi biaya kesehatan untuk kegiatan preventif dan promotif
h. Asuransi. Dalam sistem ini perusahaan mengalihkan resiko biaya kesehatan karyawan yang unpredictable ke perusahaan asuransi. Pengeluaran biaya kesehatan yang berfluktuasi menjadi tetap setiap bulan dalam bentuk premi asuransi.

Prinsip-prinsip Menyusun Bisnis Plan



“Good result without good planning comes from good luck, not good management”
(David Jaquith)

Apa itu Bisnis ?
  • Bisnis adalah kegiatan/usaha untuk memenuhi kebutuhan/keinginan manusia, organisasi atau masyarakat luas (Gitosudarmo,1996)
  • Bisnis merupakan usaha penyediaan produk dan jasa berkualitas bagi pemuasan kebutuhan customers untuk memperoleh return (pengembalian) jangka panjang memadai bagi kemampuan bertahan dan berkembang bisnis tersebut (Mulyadi, 1997)
Bisnis : bisa profit motive atau non profit motive (nir laba)

Mengapa bisnis harus direncanakan ?
  • Banyak organisasi bisnis yang mengidap penyakit myopia (rabun jauh karena berorientasi pada kegiatan rutin sehingga mengalami stagnasi bahkan kemunduran)
  • Planning : “Doing things today to make us better tumorrow. Because the future belongs to those who make the hard decision today” (Eaton Corporation
PERENCANAAN : Proses berfikir dan pengambilan keputusan tidak sekedar menulis rencana

Business Plan : Arti & Tujuan
  • Business plan merupakan suatu rencana yang bersifat operasional untuk menjabarkan rencana strategis yang sudah disusun oleh suatu organisasi (Freddy Rangkuti). Biasanya bisnis plan memiliki jangka waktu 1-3 tahun.
Tujuan business plan :
  • Agar kegiatan bisnis yang sedang dan akan dilakukan berjalan pada jalur yang benar sesuai dengan yang direncanakan.
  • Memberikan pedoman untuk mempertajam rencana-rencana yang diharapkan.
  • Alat untuk mencari dana dari pihak ketiga (bank, lembaga keuangan, investor dll).

Hal-hal yang hrs dipertimbangkan dalam penyusunan Business Plan
  • Mengacu pada Visi, misi, rencana strategis yang telah ditetapkan.
  • Memperhatikan potensi yang dimiliki organisasi (hindari emotional factor untuk menghindari harapan yang terlalu berlebihan).
  • Menggunakan alasan/asumsi yang digunakan dalam perhitungan pembuatan rencana.

SCOPE BUSINESS PLAN
  • Ada 5 hal penting yang harus ada dalam business plan yaitu : 1. Penjelasan tentang bisnis yang digeluti dan produk/jasa yang dihasilkan, 2. Rencana pemasaran, 3. Rencana Manajemen dan SDM, 4. Rencana Operasional dan, 5. Rencana Keuangan
1. Penjelasan tentang bisnis dan produk/jasa
  • Apakah bisnis yang kita geluti dan bisnis apa yang seharusnya kita jalankan ?
  • Jenis jasa yang dihasilkan dan spesifikasinya
  • Penjelasan mengapa bisnis kita menguntungkan dan bagaimana peluangnya di masa y.a.d.
  • Hubungan dengan pemasok, perbankan dll
  • Keunggulan jasa yang dihasilkan dari kacamata konsumen (ingat : sukses bisnis tergantung pada kepuasan dan loyalitas konsumen)
2. Kondisi Pasar dan Rencana Pemasaran
  • Siapa pasar/konsumen kita ? (segmentasi, targeting, positioning).
  • Bagaimana pertumbuhannya dan apakah pasar akan diperluas ?
  • Market share dan pertumbuhannya.
  • Kondisi dan tingkat persaingan (siapa saja pesainganya, seberapa kuat pesaing kita, harga dan strategi pemasarannya)
  • Keunggulan kompetitif yang kita miliki
  • Strategi pemasaran yang akan dilakukan (kebijakan harga, mutu pelayanan, citra dll)
3. Rencana Manajemen dan SDM
  • Struktur organisasi
  • Jumlah dan kualifikasi manajer dan SDM
  • Target yang akan dicapai dan strategi manajemen untuk mengelola bisnis (budaya kerja, pengembangan SDM, sistem kompensasi dll)
4. Rencana Operasional
  • Sistem pelayanan yang akan dikembangkan
  • Shift pelayanan yang akan dilakukan
  • Bahan/alat apa saja yang diperlukan dan bagaimana cara pemenuhannya
5. Kondisi Keuangan & Rencana Keuangan
  • Bagaimana kondisi keuangan saat ini ?
  • Berapa kebutuhan dana yang diperlukan untuk kegiatan operasional dan pengembangan ?
  • Apakah membutuhkan pinjaman ? Apakah layak secara ekonomis ? Bagaimana perhitungannya ?
  • Seperti apa gambaran anggarannya? Proyeksi cashflow, neraca, rugi laba, BEP dll.
  • Sistem akuntansi yang digunakan
  • Cara pengendalian biaya
Format dan Isi Business Plan (menurut Fredy Rangkuti)
• Lembar judul/sampul luar
• Ringkasan eksekutif
• Daftar isi
• Latar belakang sejarah (masalah)
• Produk/jasa yang dihasilkan
• Kondisi Pasar dan strategi pemasaran
• Kondisi dan Rencana manajemen dan SDM
• Kondisi Operasional dan Rencana operasional
• Kondisi Keuangan dan rencana keuangan
• Ringkasan informasi keuangan dan lampiran


Shallow men believe in luck. Strong men believe in cause and effect” (Ralph Waldo Emerson)



Jumat, 23 Mei 2008

Polisi Tidur

(Refleksi membangun budaya & perilaku kerja)

E. Hindro Cahyono


Sebagai warga negara, saya merindukan infrastuktur jalan di negeri ini cukup lebar dan halus agar setiap perjalanan yang saya lakukan bukan hanya cepat tetapi juga nyaman. Namun apa mau dikata, kondisi jalan raya khususnya di Semarang ini ternyata banyak yang rusak berlobang sehingga membuat tidak nyaman dalam perjalanan. Bukan maksud hati mengkritik pemerintah tetapi hanya sekedar “ngudo roso” dan mengungkapkan harapan saja, wong mungkin kalau saya menjadi pejabat pemerintah kemungkinan juga tidak ada bedanya bahkan barangkali kinerja saya malah lebih buruk.

Kondisi jalan yang tidak nyaman ternyata bukan hanya di beberapa ruas jalan raya tetapi juga di beberapa ruas jalan di lingkungan perumahan, hanya masalahnya berbeda. Kalo jalan raya, kebanyakan jalannya rusak berlobang tetapi kalau di lingkungan perumahan kondisi jalannya sebenarnya sudah halus, banyak yang sudah berpaving hanya saja sayang jalan yang sudah halus tersebut ternyata banyak yang sengaja dibuat “benjolan” atau biasa disebut “polisi tidur” (maaf ya pak polisi, saya hanya pinjam istilah umum saja). Keadaan ini melengkapi ketidaknyamanan kita dalam berkendara.

Hari minggu terakhir bulan Maret kemarin, saya mendapat undangan dari pengurus RT untuk kerjabakti. Saya agak kaget ternyata kerjabakti yang dilakukan adalah membuat polisi tidur. Saya sebenarnya kesal karena jalan yang sudah berpaving rata harus dibuat benjolan. Jalan yang hanya berjarak kurang dari 75 meter harus bibuat 3 polisi tidur. Ketika saya ngobrol dengan beberapa bapak-bapak ternyata ada yang pro dan kontra. Ada yang setuju dibuat polisi tidur karena dengan cara itu akan membuat setiap pengendara kendaraan berjalan pelan-pelan dan hati-hati. Ada juga yang kontra karena yang suka ngebut hanya 1-2 orang saja, akan lebih baik jika orang tersebut diberi pengertian agar pelan-pelan sehingga jalan tetap nyaman dan kita tidak perlu repot-repot kerjabakti. Tetapi keputusan membuat polisi tidur sudah diputus di rapat RT yang kebetulan saya tidak datang. Ya akhirnya kami rame-rame membuat ”polisi tidur”.

****
Dari cerita saya di atas kita dapat belajar, ternyata untuk mengarahkan perilaku/kebiasaan/budaya seseorang dapat dilakukan dengan beberapa cara atau pendekatan. Cara yang pertama yang bisa dilakukan adalah dengan cara membuat sistem yang memaksa orang untuk berperilaku seperti yang diharapkan. Misalnya seperti apa yang saya alami di RT saya. Agar setiap pengendara kendaraan yang lewat berjalan pelan dan hati-hati maka dibuatlah ”polisi tidur” yang memaksa setiap orang berperilaku dalam berkendara dengan pelan-pelan dan hati-hati sebab kalau tidak, dia akan terjatuh. Contoh yang kadang diterapkan dalam perusahaan misalnya : untuk membuat karyawan disiplin waktu kerjanya maka pintu gerbang perusahaan jam 7 pagi sudah ditutup sehingga setiap orang yang terlambat datang tidak bisa masuk. Sistem ini ”memaksa” setiap karyawan lebih awal atau tepat waktu datang ke perusahaan.

Cara yang kedua adalah dengan membuat aturan yang disertai hadiah dan hukuman. Bagi yang melanggar akan mendapatkan sangsi hukumam (punisment) dan yang taat akan mendapat hadiah (reward). Misalnya untuk membudayakan sikap jujur maka dibuat aturan : ”setiap karyawan tidak boleh melakukan praktek menyalahgunakan wewenang untuk keuntungan pribadi (korupsi, menerima komisi, kolusi dll). Bagi karyawan yang melanggar aturan ini maka akan mendapatkan sangsi dinas penurunan jabatan, skorsing atau diberhentikan”. Contoh lain misalnya, untuk membudayakan sikap ramah dan senyum maka jika konsumen merasa puas pelayanan di ruang pelayanan dengan indeks kepuasan mencapai 90 % berturut-turut selama 3 bulan, maka karyawan ruang pelayanan tersebut akan mendapatkan reward/hadiah berupa wisata bersama. Aturan yang disertai hadiah dan hukuman seperti itu dapat mengarahkan perilaku seseorang. Namun berperilaku tersebut karena adanya faktor external diluar dirinya baik dalam bentuk takut dihukum atau karena mengharapkan hadiah.

Cara ketiga yang dapat digunakan adalah dengan cara memberikan pengertian dan menanamkan nilai-nilai kedalam diri seseorang. Dengan pengertian dan nilai-nilai ini akan mempengaruhi sikap dan perilakunya sehingga seseorang akan memiliki kebiasaan atau budaya perilaku seperti yang diharapkan. Misalnya : Untuk membudayakan perilaku ramah kepada konsumen, maka karyawan diberi pengertian bahwa konsumen adalah raja. Kenapa konsumen adalah raja ? Karena dari konsumenlah perusahaan bisa hidup menghasilkan uang dan bisa mempekerjakan karyawan. Tanpa konsumen perusahaan tidak bisa hidup menggaji para karyawannya. Cara seperti ini membutuhkan waktu yang relatif lama, tetapi akan membentuk manusia yang memiliki kepribadian yang perilakunya dikendalikan oleh nilai-nilai yang ada didalam dirinya bukan oleh faktor-faktor eksternal diluar dirinya seperti karena ada paksaan, aturan atau takut hukuman.

Banyak perusahaan telah membuktikan bahwa kebiasaan/perilaku para karyawan dalam bekerja atau biasa disebut budaya kerja merupakan salah satu faktor penentu maju mundurnya suatu organisasi. Banyak perusahaan besar yang telah merumuskan nilai-nilai budaya kerja, baik dalam bentuk motto, slogan atau bentuk lainnya. Mereka meyakini bahwa nilai-nilai itu penting bagi kemajuan perusahaan. Mereka juga menempuh banyak cara untuk internalisasi nilai budaya kerja agar nilai-nilai tersebut nampak dalam perilaku kerja para karyawan secara konkrit.

Bagaimana dengan budaya perusahaan tempat kita bekerja ? Jika budaya perusahaan kita buruk, berubahlah mulai sekarang, jangan menunggu sampai perusahaan sekarat karena bisa terlambat. Ingat budaya kerja yang baik akan menentukan maju mundurnya perusahaan

*****

Minggu, 18 Mei 2008

Mengelola Sumber Daya yang Terbatas untuk Mencapai Keunggulan

Sebagai orang desa, saya hanya tahu bahwa jagung adalah hasil pertanian yang harganya sangat murah. Dan setahu saya jagung hanya bisa diolah paling-paling menjadi jagung bakar, jagung godhok, grontol dan marning. Pokoknya jagung hanya bisa diolah untuk makanan yang murahan dan dikonsumsi golongan masyarakat bawah atau orang desa seperti saya. Pemahaman seperti itu terbentuk sampai saya dewasa dan hidup di Semarang. Setelah saya punya anak, saya baru tahu ternyata jagung bisa diolah menjadi produk mahal dan menjadi konsumsi masyarakat kota dan golongan menengah ke atas.
Ketika ke mall anak saya minta popcorn ternyata harganya relatif mahal Rp 5.000/bungkus. Lain waktu lagi anak saya minta freshcorn satu gelas plastik kecil harganya Rp 7.500. Bahkan beberapa minggu lalu anak dan istri saya memesan sop krim jagung di suatu cafĂ© satu mangkok kecil harganya Rp 15.000. Wow…saya agak terperanjat ternyata jagung yang selama ini saya pahami sebagai makanan murahan ternyata juga bisa menjadi makanan yang berkelas dan berharga mahal….

*****
Apa yang menarik dari cerita saya di atas ? Ternyata jagung yang dikenal sebagai hasil pertanian murahan ternyata bisa diproses menjadi produk yang berkelas dan berharga mahal. Mengapa hal ini bisa terjadi ? Jagung sebagai suatu sumberdaya (bahan baku) bisa bernilai lebih ketika dibudidayakan dengan baik, diproses dengan cara tertentu dan unik, dipadu dengan beberapa bahan lainnya dan disajikan dengan kemasan yang menarik ternyata dapat menghasilkan produk yang bermutu tinggi.

Apa relevansi makna cerita tersebut bagi suatu organisasi atau pelayanan rumah sakit ? Rumah sakit sebagai suatu organisasi sebenarnya juga dituntut untuk menghasilkan produk (baca : jasa pelayanan) yang bermutu. Untuk menghasilkan produk bermutu, kita diperhadapkan pada sumberdaya (fasilitas, SDM, dana, dan sumberdaya lainnya) yang kadang-kadang jumlah dan kualitasnya terbatas. Keterbatasan sumber daya itu sering kita jadikan alasan untuk menghasilkan jasa pelayanan yang ‘ apa adanya’ atau mutunya di bawah standar yang diharapkan oleh pasien yang kita layani. Ibarat cerita saya di atas, seringkali kita merasa cukup puas walaupun hanya menghasilkan jagung bakar, jagung godhok, grontol atau marning padahal orang yang kita layani sudah banyak yang menginginkan popcorn, freshcorn atau sop jagung. Kalau ini dibiarkan bisa dibayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya dengan rumah sakit kita.

Cerita di atas barangkali dapat mengilhami kita untuk terus berupaya mengoptimalkan sumber daya yang terbatas untuk menghasilkan pelayanan yang prima bagi pasien yang kita layani. Pelayanan prima dapat berbentuk pelayanan yang mutunya lebih baik dari sebelumnya dan dapat pula dalam bentuk pelayanan yang sama namun dengan biaya yang lebih murah. Beberapa catatan kecil dibawah ini barang kali dapat bermanfaat.

SDM dalam organisasi bukan sekedar kumpulan orang
Sebuah sepeda bukan sekedar kumpulan dari roda, pedal, stang, sadel, dan komponen lainnya. Artinya jika roda, stang, pedal, sadel dan komponen sepeda tersebut dikumpulkan menjadi satu bukan berarti menjadi sepeda. Komponen-komponen tersebut baru akan menjadi sepeda jika masing-masing komponen tersebut dirakit dalam posisi yang tepat sesuai fungsinya, saling mengkait, dan berfungsi secara baik. Apa arti cerita tersebut ? Jika suatu organisasi ingin berkembang secara optimal, SDM dalam organisasi jangan dipandang sekedar kumpulan orang tetapi juga merupakan kumpulan berbagai kompetensi (keahlian atau talenta) yang masing-masing harus ditempatkan dalam berbagai fungsi secara tepat, dibangun dalam system kerjasama yang saling mendukung, dan masing-masing harus menjalankan fungsinya secara baik.
Setiap organisasi selalu memiliki permasalahan tentang SDM, apalagi organisasi yang sudah relatif tua. Dalam menghadapai keadaan seperti ini, kita jangan terpaku untuk melihat kelemahan- dan keterbatasan SDM yang ada sekarang tetapi sebaliknya harus berfikir bagaimana “membudidayakan” (baca : mengembangkan) potensi/talenta dan memanfaatkan peluang untuk meningkatkan mutu SDM agar mereka dapat berfungsi secara optimal dalam memberikan pelayanan prima sesuai tuntutan jaman. Penempatan SDM juga harus selalu dievaluasi agar dapat memenuhi azas the right man on the right place sehingga setiap orang dapat memberikan kontribusi yang optimal.

Sistem dan prosedur bukanlah sesuatu yang tidak dapat dirubah
Dari beberapa pengalaman menunjukkan bahwa salah satu kendala yang menghambat perkembangan organisasi adalah karena kita terpaku pada sistem dan prosedur yang sering dianggap seperti „kitab suci“ yang tidak boleh dirubah. Sistem dan prosedur adalah cara kerja organisasi untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu sistem dan prosedur seharusnya selalu flexibel dan terbuka terhadap perubahan. Sistem dan prosedur yang menghambat pencapaian tujuan harus segera diperbaiki, bahkan kita harus selalu aktif untuk mengevaluasi dan melakukan up grade terhadap system yang telah dibangun agar organisasi dapat berjalan dengan cepat dan optimal. Jika kita ingin menghasilkan freshcorn tentu tidak bisa menggunakan cara kerja membuat jagung bakar bukan ?

Efisiensi bukan sekedar pengendalian pengeluaran uang
Seringkali kita keliru bahwa untuk meningkatkan efisiensi hanya dilakukan dengan cara mengontrol pengeluaran uang secara ketat. Pengeluaran uang yang tidak terkontrol memang menjadi salah satu sumber inefisiensi tetapi efisiensi bukan sekedar masalah pengeluaran uang Meningkatkan efisiensi pada hakekatnya adalah menurunkan rasio penggunaan biaya terhadap hasil. Efisiensi dikatakan meningkat jika peningkatan penghasilan lebih besar daripada peningkatan biaya. Disinilah pentingnya kita mengenali bahwa biaya yang terjadi di RS bukan hanya uang, tetapi juga dalam bentuk bahan, waktu kerja, energi (listrik), fasilitas penunjang dll. Meningkatkan efisiensi berarti harus menggendalikan penggunaan sumber-sumber biaya tersebut agar bisa diminimalisir tanpa mengorbakan efektivitas.
Dalam perkembangan sekarang efisiensi ini telah berkembang menjadi istilah yang disebut dengan cost efective . Disebut cost effective jika kita melakukan dan menggunakan sumber daya untuk aktivitas yang dapat menambah nilai (value added) bagi konsumen yang kita layani baik konsumen internal maupun eksternal. Artinya segala aktivitas dan penggunaan sumberdaya yang tidak menambah nilai bagi konsumen adalah aktivitas yang tidak efisien. Pernahkan kita mengevaluasi apakah aktivitas yang kita kerjakan selama ini menambah nilai bagi konsumen yang kita layani ? Jika tidak, mungkin tidak perlu diteruskan, ambilah aktivitas yang lebih mempunyai value added.

Data dan Informasi : Bukan sekedar angka tetapi bisa berarti peluang atau masalah.
Ada banyak data dalam organisasi,namun seringkali data tersebut tidak diolah dengan baik sehingga tidak bermanfaat bagi pengambilan keputusan. Data jika diolah secara baik akan membantu organisasi untuk menemukan peluang atau kekuatan dan masalah atau kelemahan yang dihadapi oleh organisasi. Pernahkan kita mengolah data pelayanan kita misalnya data masalah, data komplain pasien, data prestasi atau data penggunaan bahan yang digunakan di bagian kita ? Pernahkah data itu dibandingkan dengan tahun sebelumnya ? Naik atau turun ? Coba dibandingkan dengan bagian lain! Apakah data itu wajar ? Dengan analisis data seperti itu akan membantu kita untuk menemukan potensi untuk meningkatkan mutu pelayanan dan meningkatkan efisiensi.

Fasilitas : Bukan sekedar asset yang harus dipelihara
Fasilitas adalah sarana dan prasarana yang dapat dioptimalkan penggunaannya untuk kepentingan pelayanan. Oleh karena itu fasilitas bukan hanya perlu untuk dirawat tetapi juga perlu ditingkatkan utilitasnya. Bahkan beberapa fasilitas (terutama fasilitas yang berbasis komputer) perlu disinergikan dengan alat lainnya untuk menghasilkan pelayanan yang optimal dan peningkatan efsiensi.

Focus pada potensi sumber daya
Dengan melihat potensi sumber daya yang kita miliki akan memacu kita untuk berfikir kreatif dan proaktif membawa organisasi kita mengikuti perkembangan dan tuntutan jaman. Sebaliknya jika kita berfocus pada keadaan saat ini, kita akan selalu melihat keterbatasan-keterbatasan yang akhirnya akan memunculkan keluhan bahkan ketidakberdayaan.

Belajar dari Kisah Sukses atau Kisah Sedih ?

. Pendekatan alternatif untuk pengembangan organisasi & SDM .




Subagong adalah seorang karyawan resepsionis suatu perusahaan jasa di kota impian. Saat ini, dia merasa bingung dengan dirinya sendiri. Dia tidak tahu persis kenapa dia sebagai seorang karyawan yang bertugas di bagian resepsionis tahun ini kinerjanya dinilai turun lagi oleh atasannya. Menurut manajernya dia tidak ramah, ketus dan kurang responsip terhadap konsumen maupun kepada rekan sekerjanya. Dia tidak sependapat dengan penilaian manajernya, karena menurut dia ketidak ramahan dan sikap ketusnya muncul karena dipicu oleh rekan kerja bagian lain yang bersikap ketus pula. Sedangkan sikapnya yang tidak ramah kepada konsumen, menurut dia karena banyaknya beban pekerjaan yang membuatnya tidak bisa bersikap ramah dan responsive.

Tahun lalu dia juga dinilai kinerjanya kurang baik, bahkan manajernya telah memberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan service exelence. Dia telah diberi training tentang bagaimana berkomunikasi yang baik kepada para konsumen maupun rekan sekerja, namun ternyata hasilnya masih belum menunjukkan hasil seperti yang diharapkan.

Dalam dialog dengan manajernya beberapa waktu yang lalu, tidak ada kesepakatan tentang rencana aksi untuk memperbaiki kinerjanya. Manajernya hanya berpesan : “pokoknya pada waktu yang akan datang kinerjamu harus diperbaiki !!!”

*****

Tidak mudah membuat perubahan dalam organisasi
Perkembangan suatu organisasi sangat ditentukan oleh perilaku dan kualitas karyawannya. Hal ini bisa dimaklumi karena karyawan atau biasa disebut SDM adalah unsur terpenting dalam suatu organisasi. Banyak organisasi yang telah mengeluarkan dana cukup besar untuk mengembangkan karyawannya, bukan hanya untuk peningkatan skill tetapi juga untuk membangun nilai-nilai dan budaya kerja organisasi. Namun dalam kenyataannya seringkali upaya peningkatan SDM yang menghabiskan dana cukup besar tersebut, belum membawa hasil yang optimal.

Apa yang dialami oleh Subagong di atas adalah contoh kecil dari persoalan SDM yang banyak ditemui diberbagai organisasi. Ternyata tidak mudah mengajak seseorang untuk berubah. Bagaimana tidak susah, jika orang yang seharusnya berubah merasa dirinya sudah baik dan tidak ada yang perlu untuk dirubah ? Keadaan ini seringkali tidak terselesaikan dengan baik dan menjadi masalah yang berkepanjangan. Seorang manajer yang telah memberikan pelatihan kepada karyawan kadangkala menjadi frustasi karena pelatihan tersebut ternyata tidak bermanfaat secara optimal bagi perkembangan organisasi. Dan lebih celaka lagi, mereka menjadi apatis karena tidak dapat berbuat banyak untuk melakuan perubahan. “Pokoknya, pada waktu yang akan datang kinerjamu harus diperbaiki” begitu manajer Subagong berpesan pada dirinya. Mungkin pesan manajer Subagong tersebut mewakili banyak manajer yang sudah kesulitan mencari cara untuk menangani perubahan dalam organisasi.

Pendekatan tradisional :problem-diagnosis-solusi
Dalam menangani permasalahan peningkatan mutu SDM, biasanya suatu organisasi berangkat dari suatu problem, masalah atau “kisah sedih”. Misalnya : angka keluhan konsumen yang tinggi, tingkat kesalahan yang tinggi dll. Atas problem tersebut kemudian dilakukan diagnosis atau mencari faktor penyebabnya dan selanjutnya dicarikan solusinya. Misalnya : dari angka keluhan konsumen yang cukup tinggi, setelah dianalisa ternyata faktor penyebabnya adalah sikap petugas yang kurang ramah. Kemudian diambil satu solusi yaitu pelatihan. Pendekatan problem-diagnosis-solusi ini banyak sekali dipakai oleh organisasi dalam menangani pengembangan SDM. Namun pendekatan ini seringkali kurang efektif karena ada 2 faktor penyebab. Penyebab pertama, petugas yang terkait seringkali bersikap defensif. Petugas merasa disalahkan atau bersikap tidak mau disalahkan dan akhirnya melempar tanggungjawab ke pihak lain. Ketika ada keluhan dari konsumen dia beralasan karena sedang sibuk atau justru menyalahkan konsumennya yang memang rewel. Ketika ada keluhan keterlambatan penyelesaian pekerjaan dari bagian lain, dia menyalahkan bagian lain yang belum menyediakan bahan tertentu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan. Sikap seperti ini orang merasa tidak ada yang perlu diperbaiki dalam dirinya. Dengan kata lain yang perlu dirubah adalah orang lain bukan dirinya.
Penyebab kedua, adanya anggapan kalau karyawan yang diikutkan pelatihan adalah orang yang bermasalah karena tidak bisa memuaskan konsumen. Pelatihan dianggap sebagai “hukuman” atas sikap mereka yang kurang baik. Akibatnya mereka menjalani pelatihan dengan “setengah hati” sehingga hasilnya kurang maksimal.

Appreciative Inquiry (AI): suatu pendekatan alternatif
Jika pendekatan tradisional dimulai dari mencari problem, ketidakberesan, kelemahan atau kesalahan organisasi, maka pendekatan AI ini melihat organisasi dari kacamata yang apresiatif, yaitu melihat kekuatan, keberhasilan, prestasi atau kesuksesan yang pernah dicapai seseorang atau organisasi. Dengan bahasa yang sederhana, jika pendekatan tradisional dimulai dari “kisah sedih”, maka pendekatan apresiatif berangkat dari “kisah sukses”.

Pendekatan apresiatif ini, bisa dilakukan dalam 4 tahap yang bisa disingkat dengan 4D. Yang pertama adalah discovery. Tahap ini, kita mencari dan menemukan kisah sukses, prestasi,kekuatan dan keberhasilan seseorang atau organisasi. Caranya adalah dengan wawancara atau diskusi kelompok untuk menggali kekuatan yang kita miliki. Jika dalam pendekatan tradisional ditanyakan :”Apa yang kita lakukan untuk mengurangi angka keluhan pasien ?”, maka dalam pendekatan AI akan ditanyakan :” Apakah anda dapat menceritakan suatu pengalaman saat konsumen merasa sangat puas dengan pelayanan kita? Bisakan anda menjelaskan apa yang menyebabkannya ? Bagaimana kita bisa belajar dari pengalaman baik itu agar pelayanan kita di waktu yang akan datang bisa menjadi lebih baik lagi ?

Tahap kedua adalah dream. Pada tahap ini peserta diajak untuk membayangkan atau bermimpi suatu keadaan yang akan diwujudkan di masa depan. Dari hasil pada tahap discovery, peserta diajak mengeksplor keadaan ideal di masa yang akan datang untuk meningkatkan keberhasilan, prestasi atau sukses yang bisa dicapai saat ini. Mimpi ini bukan mimpi kosong tetapi mimpi yang harus berpijak pada keadaan yang ada di organisasi.

Tahap ketiga adalah design yaitu peserta diajak merumuskan atau memilih mimpi konkrit yang akan diwujudkan dalam waktu mendatang,misalnya 3 tahun kedepan.

Tahap keempat adalah destiny. Tahap ini mengajak peserta untuk membuat tindakan yang akan dilakukan dan membuat komitmen bersama untuk memastikan tercapainya apa yang telah dipilih dalam tahap design.

Belajar dari kisah sukses bukan dari kisah sedih
Organisasi akan lebih mudah dan lebih menyenangkan jika melakukan perubahan melalui kekuatan yang dimiliki. Dengan belajar dari kisah sukses, keberhasilan dan prestasi yang telah kita capai, kita dapat menemukan kekuatan organisasi untuk melakukan perubahan di masa depan.

Dari penelitian yang pernah dilakukan, pendekatan AI ini ternyata membuat banyak karyawan yang antusias dan membawa perubahan positif yang sangat berarti bagi kemajuan organisasi. Mereka menyebarluaskan dan mendiskusikan kisah-kisah sukses yang pernah dicapai. Kisah sukses dan prestasi bukan hanya membantu kita menemukan kekuatan seseorang atau organisasi tetapi juga dapat membangun rasa percaya diri dan dapat menjadi acuan/referensi untuk bekerja dengan lebih baik sehingga organisasi akan berjalan dengan lebih efektif.

Dengan pendekatan AI ini bukan berarti pendekatan tradisional menjadi tidak efektif dan harus ditinggalkan tetapi sebaliknya ini menjadi pendekatan alternatif bahkan mungkin menjadi pendekatan komplemen yang melengkapi pendekatan tradisional.

Memilih catering atau masakan isteri ?

(Refleksi memasuki perdagangan bebas)

oleh : E. Hindro Cahyono


Sebagai seorang suami, Subagong tidak pernah tahu secara persis berapa biaya pengeluaran rumah tangganya untuk keperluan makan setiap bulannya. Pokoknya asal makanan tersedia dan istri tidak mengeluh jatah bulannnya kurang, okelah.

Meski di rumah pake pembantu, istri Subagong sudah biasa masak menyediakan makanan. Jam 4 pagi, dia sudah bangun menyiapkan sarapan pagi. Pulang kerja jam 4 sore dia juga sudah mulai masak di dapur menyiapkan makan malam.

Suatu saat, pembantu rumahtangganya pulang kampung dan tidak kembali. Peristiwa ini menyebabkan Subagong harus berbagi tugas untuk mengambil alih pekerjaan-pekerjaan yang selama ini dilakukan oleh pembantu. Mereka harus berbagi tugas untuk mencuci, menyeterika, membersikan rumah dan mengantarjemput anak-anak sekolah. Nampaknya beban kerja tersebut membuat mereka « kepontal-pontal « . Sukurlah akhirnya mereka mendapat alaternatif jalan keluar. Ternyata ada seorang yang dapat melayani catering. Setelah dicoba eh… ternyata makanannya enak dan harganya murah, tidak jauh berbeda dengan biaya jika masak sendiri bahkan kalo tenaga istrinya untuk masak diperhitungkan sebagai biaya maka biaya catering ternyata lebih murah.

Akhirnya Subagong menyarankan istrinya agar terus menggunakan jasa catering saja meskipun sekarang sudah punya pembantu. Tapi istrinya berpendapat lain, catering hanya dipesan saat dia tidak sempat masak saja. Selain itu harus masak sendiri meskipun biayanya lebih mahal. Barangkali dengan istilah sederhana dia mau mengatakan : “pokoknya kita harus menggunakan produksi ‘dalam negeri’, hanya kalau kepepet boleh memakai produk ‘luar negeri’.

***

Memasuki masa global sering diibaratkan seperti memasuki dunia tanpa batas. Salah satu tandanya adalah adanya perdagangan bebas antar negara. Sudah banyak negara yang sepakat menghilangkan hambatan masuk barang dan jasa dari satu negara ke negara lainnya. Dengan demikian setiap negara harus memiliki barang/jasa yang siap bersaing dengan negara lain meski itu dijual di negeri sendiri. Dari kaca mata konsumen situasi itu cukup menguntungkan karena dia memiliki banyak pilihan untuk membeli barang/jasa yang diperlukan dan dapat memilih barang/jasa yang sesuai baik mutu maupun harganya.

Sebaliknya dari kacamata perusahaan, hal itu menjadi satu tantangan sebab jika tidak mampu menghasilkan barang/jasa yang mutu dan harganya bersaing dengan perusahaan lain maka matilah perusahaan itu.

Konon kabarnya, banyak rumah sakit luar negeri yang akan beroperasi di negara kita. Bahkan kita sering mendengar mereka bisa memberikan pelayanan yang baik dengan harga yang relatif murah.

Menyikapi situasi seperti itu apa yang akan kita lakukan ? Apakah kita akan bersikap seperti istri Subagong yang mengkampanyekan “cinta rumah sakit dalam negeri” dengan payung nasionalisme ? Akankah kita terus mengkampanyekan bahwa kita harus cinta produk/jasa dalam negeri meskipun mutunya lebih rendah atau harganya lebih mahal ? Atau kita akan bersikap positif dan proaktif dengan mempersiapkan diri agar tetap menjadi rumah sakit yang disukai oleh masyarakat meskipun banyak rumah sakit pesaing dari luar negeri ?

Saya bukan orang yang cinta globalisasi tetapi juga bukan orang yang anti globalisasi. Tetapi saya hanya mengajak untuk menyikapi proses globalisasi yang sedang berjalan meskipun prosesnya kadang maju mundur.

Almarhum Pak Harto, bapaknya Tommy, sewaktu menjadi presiden pernah mengatakan bahwa suka atau tidak suka globalisasi harus kita jalani. Artinya globalisasi adalah sebuah proses yang tidak mungkin kita hindari kalau kita tidak mau menjadi bangsa yang terisolasi dari pergaulan dunia. Makanya para pemimpin kita sudah ikut menandatangani kesepakatan WTO (Organisasi Pergadangan Dunia) maupun kesepakatan dalam perdagangan bebas tingkat regional.

Dengan demikian, sebagai suatu institusi rumah sakit yang melayani masyarakat maka yang harus kita lakukan adalah bagaimana mempersiapkan diri untuk menghadapi masa global tersebut dengan tingkat kesiapan yang memadai sehingga mampu bersaing dengan rumah sakit lain.

Organisasi yang akan memasuki masa global, konon katanya harus memiliki beberapa ciri. Yang pertama adalah harus fokus pada pelanggan/konsumen. Dalam hal ini, organisasi tidak harus memenuhi semua harapan/keinginan masyarakat tetapi harus lebih fokus untuk memenuhi harapan/keinginan pelanggan yang menjadi target pelayanannya. Rumah sakit tidak harus membeli alat-alat yang supercanggih dan mahal kalau memang pelanggannya tidak membutuhkan. Yang perlu mendapat perhatian adalah RS harus mampu mengetahui kebutuhan dan keinginan pasien yang menjadi target pelayanannya dan harus menyediakan jasa layanan yang lebih memuaskan pelanggannya dibanding dengan para pesaingnya, baik dari sisi mutu maupun harganya.

Ciri yang kedua adalah perbaikan berkelanjutan atau biasa disebut continous improvement. Harapan/keinginan masyarakat terus berubah dan pesaing juga akan terus berubah bahkan mungkin bertambah sehingga RS juga perlu terus beradaptasi dengan cara menyesuaikan sistem pelayanannya secara cepat untuk memenuhi tuntutan pasien. Apa yang dulu dianggap oleh konsumen bermutu/baik sekarang bisa dianggap tidak bermutu/tidak baik karena harapan dan keinginan pasien telah berubah. Hal ini menuntut semua komponen organisasi untuk selalu siap berubah. Kalau dulu ada yang yang mengatakan : „mandeg berarti mundur“, sekarang „mandeg berarti hancur“ karena RS akan ditinggalkan oleh pelanggannya.

Ciri yang ketiga adalah lintas fungsional. Organisasi pada dasarnya adalah kerjasama antar manusia untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu setiap bagian/orang tidak bisa bekerja sendiri-sendiri dan tidak bisa „lu-lu, gue-gue“. Harus dibiasakan kerja lintas bagian/lintas profesi/lintas spesialisasi demi pencapaian tujuan organisasi. Saling memberikan saran/nasehat atau bekerja dalam satu tim lintas fungsi adalah suatu kebutuhan organisasi.

Apakah ciri-ciri itu ada pada rumah sakit kita ? Entah ada atau tidak yang penting saya rasa adalah apa yang akan kita lakukan selanjutnya. Rasanya sangat sulit di masa global ini jika kita berprinsip seperti istri Subagong yang mendengungkan ‘harus pakai produk dalam negeri’ padahal negara kita telah membuka kran untuk masuknya produk luar negeri. Dan menurut pengamatan, saat ini banyak produk luar negeri yang bermutu baik dengan harga murah.

Sabtu, 17 Mei 2008

Keahlian Manajemen Baru

Bagi seorang manajer, barangkali kalau ditanya tentang fungsinya sebagai manajer akan menjawab secara otomastis adalah sebagai POAC. P adalah planning (perencanaan) yaitu fungsi yang berkaitan dengan penentuan satu atau serangkaian kegiatan yang akan dilakukan, kapan, oleh siapa dan berapa besar biayanya. O adalah organizing (pengorganisasian) yaitu suatu proses untuk mengelompokkan pekerjaan, menentukan jenis dan jumlah orang yang terlibat dan sumberdaya yang diperlukan untuk meralisaikan rencana yang sudah ditetapkan. A adalah actuating (pengarahan) adalah proses untuk membuat para bawahan atau anggota organisasi melakukan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditapkan. Dan C adalah controlling (pengendalian) yaitu suatu proses untuk “memastikan” bahwa organisasi berjalan sesuai dengan yang sudah direncanakan.

Keempat fungsi manajemen tersebut merupakan ketrampilan/kecakapan yang harus dimiliki oleh seorang manajer. Fungsi dan ketrampilan tersebut adalah proses yang telah lama dipelajari dalam ilmu manajemen, meskipun dalam text book ada beberapa modifikasi fungsi manajemen tetapi secara substansi isinya tidak jauh berbeda dari keempat fungsi tersebut. Dalam perkembangan sekarang ketrampilan POAC saja dianggap tidak cukup bagi seorang manajer yang ingin berhasil. Ada keahlian baru yang perlu dikuasai oleh seorang manajer yang inginberhasil dimasa sekarang dan masa mendatang.

Perkembangan sekarang ini, perubahan lingkungan menuntut organisasi yang adaptif terhadap perubahan. Kebutuhan dan keinginan konsumen terus berubah menuntut organisasi bukan hanya menjadi customer oriented tetapi customer focus. Perubahan lingkungan yang cepat dalam segala hal juga menuntut organisasi menyesuaikan strukturnya agar lebih ramping dan pendek agar pengambilan keputusan lebih cepat dalam merespon berbagai perubahan. Demikian juga dengan karyawannya juga harus memiliki kompetensi yang baik agar mereka lebih produktif, efisien dan efektif dalam bekerja, memiliki nilai budaya yang selaras dengan budaya organisasi dan mampu menyesuaian diri dengan berbagai perubahan. Dalam situasi seperti ini, peran pemberdayaan (empowering) karyawan menjadi sangat penting karena hal itu merupakan kebutuhan mutlak yang harus dilakukan untuk mempertahankan eksistensi organisasi.Tanpa pemberdayaan karyawan, organisasi akan menghadapi masalah potensial yaitu akan mengalami kemandegan atau bahkan kemunduran di masa yang akan datang. Situasi di atas mendorong manajemen untuk merubah cara beripikirnya terhadap cara pandang terhadap organisasi. Jika selama ini manajemen memandang organisasi seperti bentuk piramida, sekarang perlu dirubah dengan cara yang berbeda yaitu memandang organisasi sebagai piramida terbalik. Dalam model piramida, peran manajer terutama sebagai pemimpin, pemberi instruksi, pengawas dll. Tetapi dalam model piramida terbalik, manajer menempatkan karyawan (bawahan/staf) sebagai ujung tombak yang punya peran sangat penting karena paling dekat dengan konsumen. Mereka adalah ujung tombak yang memberikan pelayanan langsung kepada konsumen sekaligus yang menangkap kebutuhan, keinginan dan keluhan konsumen yang selanjutnya diinformasikan kepada manajer untuk melakukan koordinasi tindakan dan merencanakan pengembangan organisasi di masa depan. Maka peran manajer adalah memberi dukungan yang diperlukan karyawan untuk melaksanakan tugas mereka, baik dalam bentuk penyediaan sumber daya, informasi, bimbingan dan sebagainya.

Aileen Mitchell Stewart, dalam bukunya Empowering People mengungkapkan perlunya kecakapan manajerial baru yang harus dimiliki oleh para manajer jaman sekarang.
Ada 6 kecakapan baru yang harus dimiliki pleh seorang manajer :
  1. Membuat mampu (enabling). Artinya seorang manajer harus memastikan bahwa setiap karyawan (bawahan/staf) mempunyai segala sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugasnya secara optimal. Sumber daya tersebut meliputi waktu, personil, uang, fasilitas dll. Membuat mampu ini juga berhubungan dengan upaya yang harus kita lakukan untuk melengkapi ketrampilan dan kemampuan yang diperlukan agar karyawan mampu dan percaya diri sehingga bisa melaksanakan tugasnya dengan efektif.
  2. Memperlancar (facilitating). Adalah kecakapan manajer untuk meniadakan segala halangan, rintangan dan penundaan yang menghalangi karyawan untuk melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Halangan bisa berupa kurang memadainya informasi, kecakapan, pengetahuan bahkan ada halangan peraturan atau prosedur yang menghambat pencapaian prestasi. Memperlancar berarti memahami apa yang perlu dilakukan oleh karyawan dan menyediakan jalan selapang mungkin, tentu saja hal ini tidak berarti mengabaikan perlunya sistem pengendalian organisasi.
  3. Konsultasi (consulting). Seorang manajer bukanlah superman yang serba bisa dan serba tahu. Untuk efektivitas pencapaian tujuan organisasi, manajer perlu melibatkan para karyawan dengan berbagai kemampuan dan cara pandang mereka untuk memberikan masukan dalam pembuatan kebijakan maupun penyusunan sistem. Sebaliknya karyawan juga harus terbuka dan secara aktif mengungkapkan masalah-masalah yang dihadapi di lapangan untuk dipecahkan bersama manajernya demi perbaikan kinerja individu, bagian maupun organisasi secara keseluruhan.
  4. Kerjasama (colaborating). Dalam kerjasama ini manajer perlu melihat bahwa karyawan (bawahan/staf) adalah mitra dalam tugas. Seorang bawahan diberi kesempatan untuk mengangkat permasalahan atau membahas gagasan yang dia miliki. Kecakapan ini mendorong manajer lebih berkonsentrasi pada masalah-masalah yang strategis dan menyerahlan persoalan-persoalan teknis dan kecil kepada bawahan. Dalam kerjasama, manajer perlu memberikan perspektif strategis terhadap tugas yang dilakukan karyawan sehingga mereka mengerti arti penting dan makna pekerjaannya dalam pencapaian tujuan organisasi. Sebaliknya bawahan juga perlu dilibatkan untuk mendiskusikan hal-hal yang strategis agar pelaksanaannya tidak mengalami hambatan teknis yang berarti.
  5. Membimbing (mentoring). Kecakapan membimbing ini dapat dilakukan dengan cara memberi contoh atau teladan dan melatih bawahan agar mereka memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang memadai untuk melaksanakan tugasnya. Melatih karyawan tidak harus dengan kursus atau pendidikan formal tetapi bisa dilakukan dengan cara mentransfer pengetahuan dan ketrampilan manajer kepada bawahan secara langsung.
  6. Mendukung (supporting). Dukungan manajer terhadap karyawan bukan hanya dalam bentuk penyediaan sumberdaya atau pembimbingan namun juga dukungan kepada bawahan ketika bawahan membuat kesalahan atau mengalami kegagalan akibat dari usahanya untuk mencapai tujuan organisasi. Hal ini penting agar mereka tidak putus asa namun tetap memiliki motivasi untuk bangkit, belajar dari kesalahan dan meningkatkan prestasinya di masa yang akan datang.

Dengan kecakapan manajemen baru tersebut bukan berarti kecakapan manajemen tradisional (POAC) menjadi tidak perlu, tetapi sebaliknya melengkapinya. Kecakapan baru tersebut pada dasarnya mengingatkan para manajer agar dalam melaksanakan fungsinya memberikan perhatian dan penekanan yang lebih terhadap pemberdayaan SDM di dalam organisasi, karena hal itu bukan hanya penting tetapi juga memiliki potensi yang sangat besar bagi kemajuan organisasi dalam jangka panjang.


*****