Kamis, 01 Oktober 2009

BUDAYA MENANTANG RESIKO

Oleh : E. Hindro Cahyono


Dalam setiap kali perjalanan seringkali saya merasa terusik oleh perilaku pengendara kendaraan bermotor yang berperilaku ugal-ugalan yang beresiko mencelakakan diri sendiri atau orang lain. Coba kita lihat, traffic light sudah berwarna merah masih saja diterobos, belok dari gang ke jalan besar tanpa melihat kanan dan kiri, menyalib kendaraan lain dan langsung memotong didepan kendaraan, naik sepeda motor sangat kencang dengan membawa anak kecil duduk didepan tanpa helm. Dan yang lebih menakutkan ketika palang kereta api sudah ditutup ada beberapa sepeda motor yang nekad menerabas melewati palang kereta api. Astagafirullah…orang kok nggak “ngeman” nyawanya sendiri.

Di beberapa tempat kerja kita lihat, orang sedang “ngelas” tidak menggunakan kacamata las. Orang yang bekerja di kamar cuci rumah sakit tidak mau menggunakan sarung tangan, masuk ke ruang genset tidak menggunakan penutup telinga dan lain-lainnya. Kadang saya bertanya :”mengapa tidak menggunakan alat pelindung diri ?” Mereka dengan enteng menjawab ”nggak mau ribet” atau ”alat pelindung dirinya sudah rusak”. Ya ampun... saya yang nglihat mereka bekerja saja merasa was-was dengan keselamatan mereka, tapi kok mereka sendiri nggak peduli dengan keselamatannya sendiri.

Gejala apa ini sebenarnya ? Saya menyebutnya sebagai ”budaya menantang resiko yang ”tidak cucuk”(resiko tidak sebanding dengan hasilnya). Mengapa budaya seperti ini bisa terjadi ? Mereka tidak paham tentang resiko keselamatan diri atau sebenarnya paham tetapi tidak mau tahu karena resikonya dianggap terlalu kecil tidak sebanding dengan ribetnya menggunakan alat pelindung diri ?

Bagaimana harus menyikapi hal ini ? Apakah untuk menyadarkan masyarakat tentang resiko keselamatan diri harus menunggu waktu dengan membiarkan mereka melihat fakta setelah nanti terjadi banyak korban ? Ataukah ada cara lain untuk menyadarkannya tanpa harus menunggu banyak korban ?

Sebagai pejabat pemerintah atau manajer suatu organisasi yang harus memikirkan keselamatan rakyatnya atau anggota organisasinya mestinya harus bertindak proaktif. Perlu melakukan tindakan yang sistematis untuk menyadarkan masyarakat atau anggota organisasi sebelum terjadi banyak korban. Bagaimana caranya ? Saya berpendapat perlu cara yang komprehensif untuk menyadarkan masyarakat dari budaya yang ”tidak cucuk” ini. Beberapa cara ini bisa dilakukan khususnya dalam konteks di jalan raya dan di perusahaan.

Cara pertama adalah perlunya kampanye menyadarkan masyarakat. Misalnya, dipasang tanda peringatan di jalan yang menjelaskan kepada masyarakat cara berkendara yang benar dan resiko keselamatan jika melanggar. Misalnya, cara mendahului (menyalip) kendaraan dengan benar, cara berbelok yang benar dll. Iklan di televisi saya rasa juga cukup efektif seperti iklan penggunaan helm atau penggunaan sabuk keselamatan yang pernah ditayangkan di televisi. Di tingkat perusahaan juga bisa dilakukan dengan upaya sosialisasi atau pemasangan tanda-tanda wajib menggunakan alat pelindung diri yang benar.

Cara yang kedua adalah perlunya dibuat aturan dan dilakukan law enforcement jika terjadi pelanggaran. Penertiban pengguna kendaraan yang sering dilakukan sering hanya melihat surat-surat kendaraan, SIM dan pelanggaran traficlight atau marka. Perlu upaya lain melakukan penertiban dengan pengamatan di jalanan. Pengendara yang ugal-ugalan, mendahului secara membahayakan, berbelok secara ngawur harus diberi pelajaran dengan cara ditilang. Di tingkat perusahaan juga begitu, ketentuan penggunaan alat pelindung diri harus ditetapkan dan karyawan yang tidak disiplin menggunakan alat pelindung diri harus diberikan tegoran atau surat peringatan.

Cara yang ketiga adalah perlu melibatkan pihak-pihak yang memiliki akses untuk mempengaruhi masyarakat. Misalnya, lembaga agama, tokoh masyarakat, LSM dll. Pihak-pihak ini bisa berperan signifikan untuk mempengaruhi masuarakat.

Cara keempat adalah membuat lomba dan mengumumkan ke publik tentang daerah-daerah yang memiliki prestasi tertib lalu lintas, angka kecelakaan nol untuk memacu setiap daerah agar lebih tertib. Di tingkat perusahaan juga bisa dilakukan hal yang sama. Lomba antar bagian, bagi yang tertib menggunakan alat pelindung diri dan angka kecelakaan kerja nol akan mendapatkan penghargaan.

Cara-cara di atas bisa dilakukan secara bersama-sama terlebih jika kondisinya sudah parah perlu bermacam-macam cara yang secara terpadu bisan digunakan agar lebih efektif.

Tidak ada komentar: