Rabu, 10 September 2008

Pelajaran Hidup dari BAPAK & IBUKU



Perjalanan hidup setiap seorang itu berbeda-beda. Ada orang yang sakit-sakitan tetapi bertahan hidup sampai tua, tetapi ada yang kelihatan sehat tiba-tiba sakit dan dipanggil Tuhan. Ya.. manusia hanyalah titah Yang Maha Kuasa, kalau sewaktu-waktu dipanggil tidak ada yang bisa ”semoyo” minta penundaan waktu.

Bapak dan Ibuku saat ini sudah berusia lebih dari 70 tahun. Dalam usianya yang semakin menua, wajar kalau beliau berdua mengalami gangguan penyakit degeneratif karena mulai menurunnya fungsi organ-organ tubuh. Meski ada gangguan kesehatan tetapi beliau masih sehat bisa beraktivitas di rumah, gereja bahkan di tengah masyarakat.

Di usianya yang makin tua, saya sebagai anak makin hari makin bisa memahami prinsip hidupnya yang mulia, yang tidak tergoyahkan oleh nilai-nilai hidup manusia jaman kini yang diwarnai individualisme dan materialisme.

Beberapa bulan yang lalu saudara saya (anak dari sepupu ibu saya) yang bekerja di jakarta menderita sakit, dia terjatuh dan patah tulang. Menurut diagnosa terakhir dokter, dia mengalami stroke dan kanker tulang. Kabar terakhir yang saya dengar tulang kakinya sudah keropos 5 cm sehingga tulangnya patah. Rumah sakit sudah angkat tangan, sehingga Saudara saya ini hanya dirawat dirumah sambil ”mbudidaya” dengan pengobatan tradisional. Saudara saya ini, sebenarnya sudah berkerluarga tetapi suaminya pergi entah kemana. Anaknya yang sudah dewasa sudah diangkat bapak ibuku menjadi anak sejak kecil (menjadi adik angkat saya). Di desaku dia masih mempunyai beberapa Saudara yang sudah berkeluarga. Namun saya tidak tahu persis bagaimana ceritanya, saudara saya yang sakit ini dibawa pulang ke desa dan tinggal bahkan dirawat oleh bapak dan ibuku.

Suatu saat, salah seorang kakak saya telpon, dia menyatakan keberatannya jika Bapak dan Ibu harus merawat saudara saya yang sedang sakit tersebut. Kakak saya merasa tidak tega melihat bapak apalagi ibu harus direpotkan untuk merawat saudara yang sakit, yang sama sekali sudah tidak bisa bangun dan berjalan. Kakak saya tidak tega dan tidak bisa menerima karena ibu kadang harus membantu buang air besar maupun kecil dan membuangnya ke WC. Pertimbangan lain kakak saya adalah saudara saya tersebut bisa dirawat oleh adik-adiknya atau anaknya (adik angkat saya) yang saat ini sudah dewasa dan sudah bekerja. Kakak saya meminta tolong saya untuk bicara sama ibu, agar saudara saya tersebut dirawat saja oleh saudaranya atau anaknya.

Beberapa hari kemudian saya, telpon kepada ibu saya di desa. Sebelum saya bertanya kepada ibu tentang masalah saudara saya ini ternyata ibu bercerita lebih dulu tentang sikap dan keputusannya untuk merawat saudara saya tersebut. Inti ceritanya adalah bapak dan ibu sudah berketetapan setulus hati untuk merawat saudara saya tersebut karena kondisi adik-adiknya tidak memungkinkan untuk merawat dengan baik karena sibuk bekerja dan tidak memungkinkan menggaji pembantu yang bisa merawat secara khusus. Ibu saya juga mengatakan jika saudara saya itu dirawat oleh orang lain, hati dan pikiran beliau akan terganggu/terbebani (jawa : dadi pikiran) karena ada rasa kawatir perawatannya tidak optimal karena sering ditinggal bekerja. Satu hal yang sangat membuat saya bangga adalah perkataan beliau yang mengungkapkan bahwa meskipun kondisi ibu yang secara fisik menurun dan lemah tetapi dengan berbuat baik mencurahkan perhatian kepada Saudara saya yang sedang sakit tersebut beliau yakin bahwa Tuhan akan memberikan kekuatan dan kesehatan. Dan hal itu terbukti beliau bertambah repot tetapi penyakit diabetes maupun darah tingginya tetap terkendali. Ini adalah prinsip hidup bapak dan ibu saya yang sangat saya kagumi. Bagi beliau berdua menolong orang yang sedang sakit atau susah atau menderita adalah lebih utama daripada memperhatikan diri sendiri. Beliau rela berkorban, repot, cape dan lain-lainnya demi kebaikan orang lain. Beliau berprinsip meski mengalami kelemahan fisik dan keterbatasan sumberdaya tapi selama masih mampu berbuat baik, beliau akan berbuat baik. Bagi beliau berbuat baik bagi orang lain akan membuat hidup ini lebih berarti dan akan mendatangkan berkat.

Saya benar-benar bangga punya ayah dan ibu yang memiliki prinsip hidup yang dikuasai oleh hati nurani yang tulus, hati yang dikuasai oleh roh. Prinsip hidup ini dimata beberapa orang saudara dan tetangga saya justru dianggap aneh. Kok mau-maunya sudah tua masih mau repot ngurusin orang sakit. Bagi kebanyakan orang, usia tua adalah saatnya memperhatikan diri sendiri, santai dan kalau perlu selalu dilayani bukan malah direpotkan. Sebagian saudara saya juga berpikir begitu. Bapak dan ibu sudah tua jadi jangan ngrepotin beliau dan tidak rela jika beliau direpotin orang lain. Ini sebenarnya juga sikap yang baik dari saudara saya karena sebagai anak ingin menyenangkan orang tuanya. Tetapi sikap ini dilandasi pada sikap yang individualistik. Berbeda dengan bapak dan ibu, sikap individualistik justru tidak tepat. Apapun kondisi beliau, selama masih mampu berbuat baik, akan selalu berbuat baik karena hidup akan menjadi lebih berarti dan mendatangkan berkat.

Prinsip hidup ini menurut saya sangat tinggi tingkatannya. Prinsip hidup jaman ini yang diwarnai individualisme sebenarnya prinsip hidup yang amat rendah karena hanya berorientasi pada diri sendiri tidak membawa arti bagi orang lain. Prinsip hidup yang paling tinggi menurut saya adalah jika kita rela berkorban demi kebaikan orang lain. Itulah yang diajarkan Tuhan, dan itulah yang diteladani ayah dan ibuku. Aku kagum, aku ingin mencontoh meski aku sadar saat ini masih jauh dari tingkatan hidup yang seperti itu. Aku harus terus belajar dan harus bisa. Bukankah aku sudah punya contoh yang konkrit dari orang tuaku... Terima kasih bapak dan ibu. Aku kagum dan bangga kepadamu.

Lagu yang menjadi favorit anak saya ini sering sekali saya, istri dan anak-anak nyanyikan :

Sentuh Hatiku

Betapa kumencitai, segala yang tlah terjadi
Tak pernah sendiri, jalani hidup ini selalu menyertai,
Betapa kumenyadari, di dalam hidupku ini
Kau slalu memberi, rancangan terbaik oleh karena kasih
Reff :
Bapa sentuh hatiku, ubah hidupku menjadi yang baharu,
Bagai emas yang murni, Kau membentuk bejana hatiku.
Bapa ajarku mengerti sebuah kasih yang selalu memberi
Bagai air mengalir yang tiada pernah berhenti..

Sebuah lagu yang amat indah dan dalam maknanya. Suatu kesadaran bahwa kita tidak pernah sendiri karena Tuhan selalu menyertai, memberi bahkan memiliki rancangan terbaik dalam hidup kita. Oleh karena itu dalam lagu tersebut ada doa yang meminta Tuhan menyentuh hati kita dan mengubah hidup kita menjadi baru, dan meminta Tuhan mengajar kita agar bisa mengerti kasih yang selalu memberi seperti air yang selalu mengalir dan tidak pernah berhenti.

Bagi saya itu baru sebatas lagu, tapi bapak dan ibuku sudah mempraktekannya dalam hidup meskipun beliau berdua tidak pernah mengenal lagu ini... Terima kasih bapak dan ibu. Doa kami Tuhan akan selalu memberikan umur yang panjang, selalu sehat dan banyak berkat bisa membimbing para putra dan cucu bahkan cicit-cicitnya nanti.

(Tulisan ini saya persembahkan kepada bapak dan ibu yang di bulan Oktober 2008 akan memasuki pernikahan emas.)

Tidak ada komentar: